![]() |
| Sumber Foto: diunduh dari detikcom/Anggi Muliawati |
WARTAALENGKA,
Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Herman Khaeron,
menegaskan partainya tidak mengetahui sosok yang disebut Presiden ke-7 Republik
Indonesia Joko Widodo sebagai “orang besar” di balik perkara tuduhan ijazah
palsu. Herman menyampaikan hal itu ketika dimintai tanggapan soal pernyataan
Jokowi yang menyinggung adanya aktor politik besar yang diduga mengorkestrasi
isu tersebut.
“Kami
tidak tahu, kami tidak pernah berbicara di sisi itu,”
ujar Herman, sebagaimana dilaporkan Jurnalis Kompas TV Meidina Andas, Kamis 11
Desember 2025.
Alih-alih
ikut berspekulasi, Herman memilih mengembalikan pertanyaan tersebut langsung
kepada Jokowi. Ia menilai hanya Presiden ke-7 itu yang bisa menjelaskan siapa
yang dimaksud sebagai “orang besar” di balik polemik yang sudah bergulir
bertahun-tahun. “Ya sebaiknya tanya Pak Jokowi, gitu ya,” ucap Herman.
Herman
kemudian menekankan bahwa Partai Demokrat saat ini ingin fokus pada agenda
pemerintahan yang sedang berjalan. Ia menyebut energi politik partainya
diarahkan untuk ikut menyukseskan program Asta Cita yang menjadi visi utama
Presiden Prabowo Subianto. “Kami justru bagaimana sekarang mensukseskan Asta
Cita program Pak Prabowo Subianto dan mensukseskan pemerintahan,” kata
Herman.
Sebelumnya,
Jokowi mengungkap bahwa isu ijazah palsu yang terus dihembuskan bukan sekadar
perdebatan biasa, melainkan berkaitan dengan operasi politik yang terencana. Ia
menyebut ada kepentingan besar yang ingin merusak reputasinya melalui isu
tersebut. “Saya lihat ini memang ada agenda besar politik, ada operasi
politik, sehingga bisa sampai bertahun-tahun enggak rampung-rampung karena
keinginan mereka untuk men-downgrade, menurunkan reputasi yang saya miliki,
meskipun saya enggak merasa punya reputasi apa-apa,” kata Jokowi.
Dengan sikap Demokrat yang memilih tidak ikut menebak siapa yang dimaksud, peta politik soal kasus ijazah ini kembali bergeser ke ruang antara pernyataan Jokowi dan spekulasi publik. Di satu sisi, presiden mengisyaratkan adanya aktor besar di belakang isu, sementara di sisi lain, partai-partai yang selama ini sering dikaitkan memilih menjaga jarak dan mengarahkan perhatian ke stabilitas pemerintahan dan agenda kebijakan. Polemik pun masih menggantung, tanpa nama jelas, namun tetap berpotensi memengaruhi dinamika kepercayaan publik terhadap para pemain politik yang disebut atau diseret dalam percakapan di ruang publik dan media sosial. (WA)
