Kisah Inspiratif Dr. Aisyah Dahlan: Dokter, Ibu 5 Anak, dan Pendakwah Keluarga

Sumber Foto: Bengkulu Network

WARTAALENGKA, Cianjur – Dr. Hj. Siti Aisyah Dahlan Hussein lahir di Jakarta pada 17 Desember 1968. Ia berasal dari keluarga Bugis (Sidrap) dan dibesarkan di ibu kota, meskipun ia kemudian menempuh pendidikan kedokteran di kampus yang relatif jauh dari asal keluarganya. Pendidikan dasarnya hingga menengah ditempuh di Jakarta, termasuk SMA Islam Al-Azhar. Kemudian ia memilih Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (Makassar) untuk pendidikan sarjananya, dan melanjutkan Program Profesi di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta).

Sejak awal kariernya, dr. Aisyah menunjukkan kepedulian yang kuat terhadap isu sosial, terutama yang berkaitan dengan narkoba. Di penghujung 1990-an, ketika darurat narkoba makin terasa, ia mulai aktif menangani pasien pecandu. Salah satu tempat awalnya adalah RS Harum Sisma Medika di Kalimalang, Jakarta Timur, di mana ia mengawasi program detoksifikasi bagi pasien. Karena fasilitas belum memadai, banyak pasien harus melanjutkan perawatan ke luar negeri jika mampu. Hal ini membuka pemikiran ke arah rehabilitasi yang lebih lokal dan terjangkau.

Melihat kebutuhan yang makin besar, dr. Aisyah pada akhirnya membangun program rawat jalan sendiri yang kemudian berkembang menjadi yayasan bernama Sahabat Rekan Sebaya (SRS), yang resmi dibentuk sekitar tahun 2008 meski prinsipnya sudah berjalan sejak 1998 sebagai komunitas. Di SRS, pasien yang sudah melewati tahap detoks diupayakan melalui fase aftercare agar bisa mandiri: mereka diberikan pelatihan keterampilan seperti beternak, menjahit, bengkel, bahkan perfilman. Program tersebut sangat dibutuhkan karena banyak bekas pecandu yang setelah "bersih" tetap kesulitan beradaptasi kembali ke masyarakat.

Selain lewat yayasan, dr. Aisyah juga berkiprah lewat organisasi yang lebih besar. Ia menjadi Ketua AIRI — Asosiasi Rehabilitasi Sosial Narkoba Indonesia — yang mengoordinir banyak institusi penerima wajib lapor (IPWL). Selain itu, ia pernah menjadi kepala unit narkoba di rumah sakit, menjadi pembina program aftercare dan menjadi konselor keluarga beberapa organisasi penanggulangan narkoba.

Di samping aktivitas rehabilitasi narkoba, dr. Aisyah aktif menyebarkan ilmu melalui media sosial dan forum publik tentang isu-keluarga: neuparenting, hubungan suami-istri, psikologi keluarga, serta aspek kesehatan dan keagamaan. Gaya komunikasinya sering dianggap santai, mudah dipahami, padat dengan pesan tetapi tidak memberi beban berat pada orang yang baru mendengarnya. Hal ini membuatnya dikenal luas di kalangan ibu-ibu rumah tangga, perempuan, dan remaja yang mencari nasihat praktis yang menggabungkan pendekatan medis dan nilai agama.

Dalam aspek pribadi, dr. Aisyah menikah dengan Dr. Totok Sismadi yang tergabung dalam Sismadi Group, sebuah perusahaan yang berlokasi dan berkecimpung di bidang kesehatan, termasuk rumah sakit (RS Harum). Dari pernikahannya, mereka dikaruniai lima anak — empat putra dan satu putri — yang dinamai Lanang, Priyo, Kakung, Jaler, dan Ragil Sismadi.

Beberapa sorotan penting dari karier dr. Aisyah:

  • Keteguhan dan konsistensinya dalam bidang rehabilitasi narkoba sejak era ketika fasilitas di Indonesia masih terbatas.
  • Pendekatan aftercare yang holistik: bukan hanya detoks, tetapi membina bekas pecandu agar mampu produktif dan mandiri, melalui pelatihan dan kegiatan sosial ekonomi.
  • Perpaduan antara profesi sebagai dokter, sebagai pendakwah / penyuluh kesehatan (termasuk membaur nilai agama), dan sebagai figur publik di media sosial — sesuatu yang bisa menjangkau lebih luas.
  • Tantangan: stigma masyarakat terhadap pecandu dan orang yang bekerja dengan isu narkoba, keterbatasan fasilitas dan dana, serta kebutuhan untuk terus mengembangkan skala rehabilitasi secara merata di berbagai daerah. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama