![]() |
| Sumber Foto: Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat |
WARTAALENGKA,
Jakarta - Sri Sultan Hamengku Buwono X memastikan akan melayat ke
Solo untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Pakubuwono XIII. Kepada
wartawan di Kompleks Kepatihan Yogyakarta, Sultan menegaskan jadwal
keberangkatannya. “Saya ke sana besok (Selasa, 4/11), besok siang, bukan hari Rabu
(5/11),” kata Sultan. Kepastian itu menutup spekulasi waktu kedatangan dan
menandai kehadiran resmi dari Yogyakarta pada prosesi duka Kasunanan Surakarta.
Dalam
kesempatan yang sama, Sultan menyampaikan bela sungkawa mewakili keluarga besar
Keraton Yogyakarta dan Pemerintah Daerah DIY. “Saya menyampaikan rasa
belasungkawa saya beserta seluruh keluarga besar, baik dari pemerintah daerah
maupun Keraton Yogyakarta kepada keluarga besar Kasunanan Surakarta atas
wafatnya Raja Sinuhun Pakubuwono XIII Hangabehi,” kata Sultan. Ucapan duka
disampaikan terbuka untuk menunjukkan kedekatan historis dua keraton serta
penghormatan terhadap paugeran yang diwariskan para leluhur Mataram.
Sebagai penanda duka, Keraton Yogyakarta menunda
penabuhan gamelan sampai prosesi pemakaman selesai. Sultan menyebut kebiasaan
ini sebagai bagian dari tata krama bersama dua keraton. “Ya sebagai bentuk
ikut duka cita sehingga secara tradisi kebiasaan itu kalau ada yang wafat
antara Keraton Jogja - Solo ya kita menunda, itu sudah tradisi dari dulu,”
ungkapnya. Keputusan hening ini memperlihatkan bagaimana ritual dan etika
budaya tetap hidup di tengah pergantian zaman.
Di Pajimatan Imogiri, para abdi dalem menata persiapan
pemakaman sejak pagi. Camat Imogiri, Slamet Santosa, menjelaskan lokasi
peristirahatan terakhir berada di Kedhaton Girimulyo, kompleks yang juga
menaungi makam PB X, PB XI, dan PB XII. “Rencananya memang nanti
(dimakamkan) di Kedhaton, di situ ada bersemayam (PB) X, XI dan XII,” kata
Slamet. Jalannya prosesi disiapkan agar tertib dan selaras dengan tata upacara
raja yang berlaku turun-temurun.
Slamet menambahkan informasi mengenai penempatan jenazah
yang bersifat sementara sambil menunggu kesiapan tempat khusus. “Kalau
informasinya dari yang kita dengar sementara di situ, terus Kedhaton yang baru
yang dikhususkan untuk Sinuwun Pakubuwono XIII (apabila) sudah selesai mau
dipindahkan,” kata Slamet. Informasi ini memberi gambaran bahwa
penghormatan tidak hanya menyangkut hari pemakaman, tetapi juga penataan tapak
pusara yang direncanakan teliti.
Kebutuhan
logistik pemakaman disiapkan detail oleh para abdi dalem. Perlengkapan usungan
dan formasi pembawa jenazah sudah dihitung agar prosesi berjalan khidmat. “Kan
ada pakai bambu untuk mengangkat, dibutuhkan sekitar 25 orang untuk
mengangkat,” kata Slamet. Rincian ini menunjukkan kerja gotong royong yang
menjadi watak pelaksanaan upacara raja di Imogiri, dari kesiapan keranda,
busana, sampai jalur pengangkatan ke area pemakaman.
Sesuai
rencana, jenazah akan tiba di Imogiri pada Rabu siang dan menjalani serah
terima sebelum melangkah ke tahap berikutnya. Jenazah akan transit di Bangsal
Palereman yang berada di depan Masjid Kagungan Ndalem Pajimatan Imogiri. “Istilahnya
(jenazah) dilerenke, diistirahatkan sebentar,” ujarnya. Bangsal Palereman
berfungsi sebagai ruang jeda yang memberi waktu bagi keluarga, abdi dalem, dan
para pihak untuk menata langkah upacara selanjutnya.
Rangkaian penghormatan ini tidak hanya mempertemukan Yogya dan Solo dalam suasana duka, tetapi juga menegaskan kesinambungan tradisi di ruang publik. Kehadiran Sultan HB X, heningnya gamelan, kesiapan Imogiri, dan tertibnya prosesi adalah bagian dari narasi besar yang menyambungkan sejarah, budaya, dan adab di masa kini. Dalam jeda duka, masyarakat kembali diingatkan bahwa tradisi bukan sekadar simbol, melainkan etika bersama yang menuntun cara bangsa ini menghormati pemimpinnya. (WA)
