Mendagri Tito Dorong Warga Lepas Nasi Putih Demi Sehat dan Harga Lebih Waras

Sumber Foto: diunduh dari tempo.co

 

WARTAALENGKA, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengajak warga di daerah penghasil pangan lokal berani melepaskan ketergantungan pada nasi putih. Ajakan itu ia sampaikan usai rapat pengendalian inflasi di Jatinangor yang sekaligus membahas program koperasi desa dan perumahan rakyat. Tito menyoroti tingginya harga beras di kawasan Indonesia timur yang sering dipicu hambatan distribusi. “Di zona 3, yaitu zona Indonesia bagian timur memang betul harga-harga yang cukup tinggi karena distribusi. Yang sulit di Papua misalnya, dan di pulau-pulau,” kata Tito.

Ia mendorong pemerintah daerah menggerakkan konsumsi pangan lokal yang selama ini tersedia melimpah sekaligus lebih ramah kesehatan. “Makanya tolong teman-teman yang di daerah Indonesia Timur, tolonglah, gerakkan tangan lokal yang lebih melimpah. Ada keladi, ada papeda, ada talas, petatas. Itu lebih sehat daripada nasi putih. Nasi putih terlalu banyak gulanya, jadi itu lebih sehat.”

Tito menepis anggapan bahwa pangan lokal identik dengan kelas bawah. Menurutnya, tren di kota besar justru bergerak ke arah pengurangan nasi putih. “Cuma yang kadang-kadang dianggap kalau yang makan itu kelas bawah. Enggak juga. Orang kota sekarang banyak yang makan non-beras putih.” Tito mencontohkan kebiasaan pribadinya untuk mempertegas pesan kesehatan dan perubahan perilaku. “Silakan dicek di tempat saya juga, ajudan saya tahu persis kalau ke kantor, keladi yang direbus, dipotong-potong, gantikan nasi putih, karena gulanya lebih rendah. Orang kaya di Jakarta banyak sekarang pindah ke non-beras.”

Di sisi stabilitas harga, Tito menyebut inflasi nasional akhir Oktober berada pada kisaran yang terkendali. “Inflasi cukup baik, kita lihat terjaga di angka 2,65 persen. Kemudian juga untuk pangan juga beras sangat baik.” Ia merinci jumlah daerah dengan kenaikan harga beras terus menurun sementara wilayah dengan penurunan harga makin banyak. “Sementara yang harganya turun makin bertambah, 250-an daerah Kabupaten Kota. Artinya, intervensi dari bulog, kementerian pertanian, badan pangan nasional bagus sekali untuk menstabilkan harga beras.”

Tito mengingatkan ada komoditas yang perlu diwaspadai seperti telur ayam ras dan cabai merah. “Yang agak trennya sedikit agak naik adalah harga telur ayam ras dan untuk daging ayam ras relatif stabil. Ini kita duga kemungkinan karena ada demand yang meningkat karena adanya program MBG makan bergizi gratis artinya positif, tinggal menambah supply saja.”

Ia juga menekan pentingnya efektivitas belanja daerah dan tata kelola pajak yang transparan agar pendapatan asli daerah meningkat tanpa menambah beban rakyat. “Di antaranya ada beberapa yang sudah ada pajak restoran, hotel itu kan selalu ditarik tapi belum tentu sampai ke Dispenda. Sehingga dibuat sistem seperti Banyuwangi, sehingga PAD-nya bertambah tapi tidak memberatkan rakyat karena memang selama ini sudah dibayar pajaknya.”

Pada akhirnya Tito mendorong daerah proaktif menyambut program pusat bernilai besar, dengan menekankan integritas eksekusi agar manfaat cepat dirasakan publik. “Kementerian, pusat, itu juga pasti juga gak ingin programnya gagal. Oleh karena itu, pasti program yang diserahkan ke daerah atau dilakukan daerah ini pasti dicari daerah yang kepala daerahnya track record-nya bagus, kemudian eksekusinya selama ini baik, tidak dikorupsi.”

Ajakan diversifikasi pangan ini tidak sekadar soal gaya hidup sehat. Di wilayah dengan ongkos logistik tinggi, menggeser konsumsi ke komoditas lokal bisa menjadi bantalan inflasi yang lebih berkelanjutan. Jika dikawinkan dengan transparansi pajak daerah dan efisiensi belanja, dampaknya bukan hanya menahan harga beras tetapi juga memperkuat ketahanan pangan dari hulu ke hilir. (WA)

Lebih baru Lebih lama