Katanya Bentuk Bibir Mencerminkan Itu? Yuk, Lihat Kata Sains!

Sumber Foto: Tribunnews

WARTAALENGKA, Cianjur – Beberapa tahun terakhir, media sosial kembali dihebohkan dengan klaim bahwa bentuk bibir perempuan bisa mencerminkan bentuk organ intimnya. Narasi ini sering disebarkan dengan gaya “fun fact”, padahal lebih dekat ke fun fake. Meski terdengar sepele, mitos seperti ini justru memperkuat stereotip dan tekanan sosial terhadap tubuh perempuan.

Secara biologis dan anatomi, klaim tersebut tidak memiliki dasar ilmiah sama sekali. Bibir wajah dan organ reproduksi perempuan terbentuk dari jaringan berbeda selama perkembangan janin. Bibir berasal dari lapisan ektodermal, sedangkan organ reproduksi berkembang dari lapisan mesodermal. Dengan kata lain, tidak ada keterkaitan struktural atau genetik antara keduanya.

Menurut Dr. Laksmi Nurani, Sp.KK, seorang dokter spesialis kulit dan kelamin di Jakarta,

“Tidak ada korelasi anatomi atau genetik antara bentuk bibir wajah dan bentuk organ reproduksi. Mitos semacam ini lebih berakar pada pandangan sosial dan objektifikasi tubuh perempuan, bukan pada fakta medis. Yang terpenting bukan bentuknya, tapi kebersihan dan kesehatannya.”

Pandangan tersebut juga didukung oleh kajian yang diterbitkan dalam Journal of Body Image (2021), yang menyebutkan bahwa persepsi terhadap daya tarik fisik sering kali dibentuk oleh media populer dan representasi visual, bukan realitas biologis. Dalam banyak kasus, mitos seperti ini berasal dari fantasi erotik dan pandangan patriarkal, yang menilai tubuh perempuan berdasarkan daya tarik visual, bukan kesehatannya.

Di sisi psikologis, fenomena ini berkaitan dengan konsep pareidolia sosial — kecenderungan otak manusia mencari pola atau hubungan antara dua hal yang tidak berhubungan. Sama seperti orang melihat wajah di awan atau menilai kepribadian dari bentuk tangan, masyarakat pun kerap mengaitkan bentuk wajah dengan ciri-ciri tubuh lain, padahal tidak ada hubungan ilmiah di baliknya.

Akibatnya, banyak perempuan akhirnya merasa tertekan atau malu terhadap bentuk tubuhnya sendiri. Dalam konteks ini, mitos bukan sekadar omongan lucu di media sosial — tapi juga bentuk body shaming terselubung. Ia memperkuat standar kecantikan yang tidak realistis, sekaligus mengaburkan makna sejati dari kesehatan tubuh.

Menurut Psikolog Klinis dr. Ratri Ayuningtyas, M.Psi., Psikolog,

“Mitos seperti ini berbahaya karena membentuk citra diri negatif. Banyak perempuan yang akhirnya membandingkan diri dengan standar visual yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kesehatan atau kenyataan biologis. Literasi tubuh harus diperkuat agar masyarakat tidak mudah terpengaruh.”

Sains modern memandang tubuh manusia dari sisi fungsi, bukan estetika. Bibir yang sehat adalah yang lembap dan tidak pecah-pecah. Organ reproduksi yang sehat adalah yang terawat, memiliki pH seimbang, dan bebas dari infeksi. Tidak ada “bentuk sempurna” — yang ada hanya tubuh yang dirawat dengan baik dan dihargai apa adanya.

Tidak ada bukti ilmiah bahwa bentuk bibir wajah berkaitan dengan bentuk organ reproduksi. Keduanya terbentuk dari jaringan yang berbeda dan memiliki fungsi yang tidak saling memengaruhi. Mitos ini muncul karena pengaruh budaya patriarkal, persepsi visual, dan konsumsi media yang keliru. Edukasi seks yang sehat dan literasi tubuh yang benar adalah kunci untuk melawan bias dan tekanan sosial terhadap tubuh perempuan.  (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama