![]() |
Sumber Foto: diunduh dari dohanews.com |
WARTAALENGKA,
Doha - Qatar dilaporkan meninjau ulang hubungan keamanannya
dengan Amerika Serikat (AS) setelah serangan Israel ke Doha yang menargetkan
pimpinan Hamas pada Selasa (9/9/2025). Axios menulis, Kamis (11/9/2025),
Perdana Menteri Qatar Mohammad bin Abdulrahman bin Jassim al-Thani menyampaikan
kepada Washington bahwa langkah Israel itu merupakan “aksi pengkhianatan”
oleh Washington.
Lebih
jauh, menurut Axios yang dikutip Jerusalem Post, al-Thani
mengatakan kepada Utusan Spesial AS, Steve Witkoff, bahwa Qatar akan melakukan “sebuah
evaluasi mendalam atas kemitraan keamanan mereka” dengan AS, “dan
mungkin akan mencari mitra-mitra lain,” bila diperlukan. Sinyal tegas dari Doha ini mencerminkan kegusaran
Qatar—yang selama ini berperan sebagai mediator—karena serangan terjadi di
wilayahnya sendiri.
Di Washington, Presiden AS Donald Trump dilaporkan Wall
Street Journal (WSJ) melakukan panggilan telepon bernada emosional kepada
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari yang sama, menyampaikan
kekecewaan sekaligus keterkejutannya atas serangan tersebut. Mengutip
pejabat senior AS, WSJ menyebut Trump menilai keputusan Netanyahu tidak
bijaksana. Trump bahkan disebut “sangat marah bahwa seolah-olah serangan
dilancarkan dari pangkalan militer AS, bukan dari Israel, dan rudal tersebut
menyerang wilayah sekutu AS lainnya yang sedang memediasi negosiasi untuk
mengakhiri perang Gaza.”
Menurut
sumber WSJ, Netanyahu awalnya beralasan jendela kesempatan sangat sempit
sehingga serangan harus segera dieksekusi. Namun, dalam panggilan kedua yang
berlangsung lebih hangat, ketika Trump menanyakan apakah operasi itu mencapai
sasaran, Netanyahu disebut belum bisa memberikan kepastian.
Di sisi lain, Hamas menegaskan pemimpin mereka selamat
dari serangan. Lima anggota kelompok itu dan seorang petugas
keamanan Qatar dilaporkan tewas. Foto-foto kerusakan bangunan di Doha pada 9
September 2025 beredar luas (Reuters/Ibraheem Abu Mustafa).
Baik
informasi dari Axios maupun WSJ memperlihatkan eskalasi
diplomatik berlapis: Qatar menggugat kredibilitas kemitraannya dengan AS,
sementara hubungan pribadi Trump–Netanyahu tampak tegang menyusul keputusan
militer Israel yang dinilai bertolak belakang dengan upaya mediasi yang berlangsung.
Jika Doha benar-benar mengubah orientasi keamanannya, imbasnya berpotensi
merembet ke arsitektur kemitraan regional dan kanal-kanal negosiasi yang selama
ini bertumpu pada peran Qatar.
Dalam jangka pendek, fokus dunia akan tertuju pada tiga hal: hasil “evaluasi mendalam” Qatar terhadap kerja sama keamanan dengan AS; respons Washington terhadap tudingan “aksi pengkhianatan”; serta kalkulasi Israel setelah operasi yang bahkan kepada sekutu terdekatnya belum dapat diklaim sukses. (WA)