![]() |
| Sumber Foto: Tribun |
WARTAALENGKA,
Cianjur – Minyak goreng merupakan salah satu bahan pangan yang
hampir tidak terpisahkan dari pola makan masyarakat Indonesia. Dari gorengan di
pinggir jalan hingga masakan rumahan, minyak menjadi medium utama dalam
pengolahan makanan. Namun, konsumsi minyak berlebihan telah lama dikaitkan
dengan berbagai masalah kesehatan, mulai dari obesitas, penyakit jantung,
hingga kanker. Pertanyaan mendasar yang harus dijawab secara ilmiah adalah:
berapa batas maksimal konsumsi minyak yang masih dapat ditoleransi tubuh manusia?
Menurut
rekomendasi World Health Organization (WHO, 2023), konsumsi lemak total
harian sebaiknya tidak melebihi 30% dari total energi harian, dengan
lemak jenuh maksimal 10%. Bila dihitung pada kebutuhan kalori rata-rata
orang dewasa 2000 kkal per hari, maka lemak total yang boleh dikonsumsi sekitar
65–70 gram, dan dari jumlah tersebut, minyak goreng sebaiknya tidak
lebih dari 25–30 gram per hari (setara 2–3 sendok makan). Angka ini
mencakup minyak goreng, mentega, margarin, maupun minyak dari makanan olahan.
Studi
di Harvard School of Public Health (2020) menunjukkan bahwa konsumsi
minyak berlebih, terutama minyak yang dipanaskan berulang kali, meningkatkan
risiko penyakit kardiovaskular hingga 34%. Hal ini disebabkan
terbentuknya senyawa berbahaya seperti aldehid dan asam lemak trans yang memicu
peradangan dan penyumbatan pembuluh darah. Selain itu, penelitian di Indonesia
yang dipublikasikan oleh Pusat Penelitian Gizi dan Makanan (2021)
menemukan bahwa masyarakat Indonesia rata-rata mengonsumsi minyak lebih dari
40 gram per hari, jauh di atas batas aman WHO.
Bahaya
minyak berlebih juga berkaitan dengan obesitas. Lemak memiliki kalori paling
tinggi dibandingkan karbohidrat dan protein, yakni 9 kkal per gram.
Artinya, satu sendok makan minyak goreng (sekitar 13 gram) sudah menyumbang 117
kkal. Bila seseorang mengonsumsi 5 sendok makan minyak sehari, berarti sudah
menambah lebih dari 580 kkal—jumlah yang dapat menyebabkan kenaikan berat badan
2–3 kg per bulan bila tidak diimbangi aktivitas fisik.
Selain
kuantitas, kualitas minyak juga berperan penting. Minyak nabati yang tinggi
lemak tidak jenuh tunggal seperti minyak zaitun, kanola, atau biji bunga
matahari terbukti lebih sehat dibanding minyak sawit yang dominan lemak jenuh.
Namun, di Indonesia minyak sawit tetap menjadi pilihan utama karena harga lebih
murah dan ketersediaannya melimpah. Sayangnya, konsumsi jangka panjang minyak
sawit dalam jumlah berlebihan dikaitkan dengan peningkatan kadar kolesterol LDL
yang mempercepat aterosklerosis.
Salah
satu praktik berbahaya yang sering ditemui adalah penggunaan minyak goreng
secara berulang. Studi dari Universitas Gadjah Mada (2022) menunjukkan
bahwa minyak yang dipakai lebih dari tiga kali penggorengan akan menghasilkan radikal
bebas dan senyawa karsinogenik seperti akrolein. Konsumsi makanan dengan
minyak jelantah terbukti meningkatkan risiko kanker usus besar pada uji coba
hewan hingga 2,5 kali lipat.
Kasus
nyata yang pernah dilaporkan adalah tingginya prevalensi penyakit jantung
koroner di kota besar Indonesia, yang salah satunya disumbang oleh kebiasaan
masyarakat mengonsumsi gorengan. Di Jakarta, data Dinas Kesehatan (2021)
menyebutkan bahwa 6 dari 10 orang dewasa mengonsumsi gorengan lebih dari 4 kali
dalam seminggu, dan prevalensi obesitas di kelompok ini mencapai 31%.
Meski
demikian, minyak tetap memiliki fungsi penting bagi tubuh. Asam lemak esensial
dan vitamin larut lemak (A, D, E, K) memerlukan medium minyak untuk dapat
diserap. Oleh karena itu, konsumsi minyak tidak bisa dihilangkan sepenuhnya,
melainkan harus dikendalikan sesuai rekomendasi gizi seimbang. Prinsip moderasi
dan variasi menjadi kunci agar kebutuhan lemak terpenuhi tanpa membahayakan
kesehatan.
Solusi
praktis yang dapat diterapkan adalah dengan membatasi konsumsi gorengan,
mengganti metode memasak dengan kukus, rebus, atau panggang, serta memilih
minyak dengan kualitas baik. Pemerintah juga dapat mendorong edukasi publik
melalui kampanye “Cukup 2 Sendok Minyak Sehari” sebagaimana program
pengurangan gula dan garam. Langkah kecil ini berpotensi menurunkan beban
penyakit tidak menular di masyarakat secara signifikan.
Kesimpulannya, konsumsi minyak yang aman bagi orang dewasa adalah tidak lebih dari 2–3 sendok makan per hari, dengan kualitas minyak yang baik dan tidak digunakan berulang kali. Konsumsi berlebih terbukti meningkatkan risiko obesitas, penyakit jantung, hingga kanker. Oleh karena itu, edukasi gizi, perubahan perilaku makan, serta kebijakan kesehatan masyarakat menjadi langkah penting untuk mengendalikan bahaya tersembunyi di balik sendok minyak. (WA/Ow)
