Purbaya Yudhi Minta Maaf Usai Komentar “17+8 Tuntutan Rakyat” Picu Kontroversi, Janji Lebih Hati-hati

Sumber Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
 

WARTAALENGKA, Jakarta - Sehari setelah resmi dilantik menggantikan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa langsung menyampaikan permohonan maaf atas pernyataannya yang memantik polemik terkait “17+8 Tuntutan Rakyat”. Ia berjanji memperbaiki gaya komunikasi dan meminta waktu untuk bekerja sebelum dinilai publik.

Kalau di LPS (Lembaga Penjamin Simpanan), tidak ada yang monitor, jadi saya tenang. Ternyata di keuangan beda. Salah ngomong langsung dipelintir sana-sini. Jadi, kemarin kalau ada kesalahan, saya mohon maaf,” kata Purbaya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).

Purbaya mengaku masih beradaptasi dengan peran barunya. “Jadi kalau ngomong, kalau kata Bu Sri Mulyani, gayanya koboi,” ujarnya, sembari menambahkan akan berkonsultasi dengan pendahulunya untuk memastikan kesinambungan kebijakan fiskal. Jadi ke depan, tolong beri saya waktu untuk bekerja dengan baik. Nanti kalau sudah beberapa bulan, baru bisa nilai,” tutur dia.

Pernyataan Pemicu Polemik

Kontroversi bermula dari respons Purbaya pada Senin (8/9) ketika ditanya soal “17+8 Tuntutan Rakyat”. “Saya belum belajar itu, tapi sederhananya begini, itu kan suara sebagian kecil rakyat kita. Kenapa? Mungkin sebagian merasa terganggu, hidupnya masih kurang ya,” ucapnya. Ia lalu menautkan agenda pemerintah mengejar pertumbuhan 6–7 persen sebagai “jawaban” atas kegelisahan publik. “Mereka akan sibuk cari kerja dan makan enak, dibandingkan demo,” tambahnya.

 

Kepada wartawan, Purbaya menegaskan target pertumbuhan tinggi akan dikejar secara bertahap. Kalau dibilang, bisa tidak besok 8 persen? Kalau saya bilang bisa, saya menipu. Tapi, kita bergerak ke arah sana,” ucapnya.

Ucapan itu beredar luas di media sosial dan memantik kritik dari kalangan akademisi, pelaku pasar, hingga warganet yang menilai pernyataan Menkeu mereduksi substansi aspirasi publik.

Kritik Kebijakan dan Komunikasi

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengingatkan bahaya “overconfidence” pejabat fiskal di ruang publik. “Belum genap sehari menjabat, Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa langsung menimbulkan kontroversi. Ucapannya yang meremehkan tuntutan publik dengan keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi 6—7 persen akan optimis meredam kritik, membuat publik dan pasar terkejut,” kata Achmad, Selasa (9/9).

 

Ia menilai ada dua problem utama dari pernyataan Purbaya. “Pernyataan Purbaya mengandung dua bahaya besar. Pertama, ia menyederhanakan persoalan kompleks. Demonstrasi bukan sekedar masalah perut. Kritik publik muncul karena kesenjangan, ketidakadilan, dan ketidakpercayaan terhadap kebijakan,” ujarnya.

Kedua, pasar membaca sinyal dari setiap ucapan Menkeu. Jika sinyal itu berupa keyakinan berlebihan tanpa rencana konkret, pasar bisa ragu pada kapasitas pemerintah mengelola fiskal,” lanjutnya.

Achmad menekankan kredibilitas fiskal ditentukan oleh disiplin APBN, dialog dengan publik, eksekusi program presiden yang membumi, serta komunikasi yang menenangkan. “Jika ia mampu menahan diri, mendengar publik, menjaga kredibilitas fiskal, dan mengeksekusi strategi dengan cermat, pertumbuhan 8 persen bukan mustahil. Namun jika overconfidence dibiarkan mendikte kebijakan, maka bukan pertumbuhan yang kita dapat, melainkan ketidakstabilan sosial-ekonomi yang berbalik merugikan bangsa,” tegasnya.

Sentimen Pasar: Wait and See

Di lantai bursa, pelaku pasar disebut cenderung berhati-hati menyikapi reshuffle dan arah kebijakan tim ekonomi baru. Analis Phintraco Sekuritas, Ratna Lim, memprediksi IHSG berpotensi lanjut terkoreksi secara teknikal. “Dalam jangka pendek, diperkirakan IHSG berpotensi melanjutkan koreksi dan menguji level support di 7.630–7.650,” ujarnya, Selasa.

 

Menurut Ratna, sikap “wait and see” dipicu kebutuhan pasar akan sinyal kebijakan fiskal yang konsisten sekaligus pro-pertumbuhan. Dari sisi makro, cadangan devisa Agustus 2025 dilaporkan turun ke US$150,7 miliar (dari US$152 miliar pada Juli) seiring pembayaran utang luar negeri dan stabilisasi rupiah. Dari eksternal, data Non-Farm Payrolls (NFP) AS Agustus di 22.000—di bawah ekspektasi 75.000—memperbesar peluang penurunan suku bunga The Fed pada FOMC 16–17 September, tetapi sekaligus memantik kekhawatiran perlambatan ekonomi AS.

Apa Berikutnya?

Purbaya mengatakan fokus awalnya adalah merapikan strategi fiskal agar pertumbuhan “secepat dan seoptimal mungkin” tanpa mengorbankan stabilitas. Ia juga menegaskan akan memperbaiki tata kelola komunikasi publik Kemenkeu agar setiap pernyataan memberi kepastian pada masyarakat dan pasar. Di sisi lain, kalangan ekonom mendorong road map yang konkret: disiplin APBN, perluasan belanja produktif, percepatan reformasi birokrasi, sinkronisasi dengan kebijakan moneter, serta kanal dialog rutin dengan pemangku kepentingan.

 

Di tengah sorotan, foto serah terima jabatan di Kemenkeu pada Selasa (9/9) menampilkan Sri Mulyani berswafoto bersama awak media—sebuah jeda singkat di antara transisi yang kini dituntut untuk cepat, presisi, dan empatik. (WA)

Lebih baru Lebih lama