![]() |
Sumber Foto: Wikipedia |
WARTAALENGKA,
Cianjur – Puan Maharani Nakshatra Kusyala lahir di Jakarta pada 6
September 1973. Sejak awal, darah politik sudah mengalir kental dalam dirinya.
Ia adalah anak dari Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri, dan politisi
senior Taufiq Kiemas. Tak hanya itu, Puan juga cucu dari Ir. Soekarno,
Proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia. Dengan latar belakang seperti
ini, tidak heran jika Puan tumbuh di lingkungan yang sarat dengan dinamika
politik, ideologi, dan semangat nasionalisme.
Masa
kecil Puan banyak dihabiskan di Jakarta. Ia menempuh pendidikan dasar dan
menengah di Perguruan Cikini, sekolah yang memang dikenal dekat dengan keluarga
besar Bung Karno. Setelah lulus, Puan melanjutkan studi ke Universitas
Indonesia, mengambil jurusan Ilmu Komunikasi. Bidang ini membuatnya akrab
dengan keterampilan berbicara, analisis media, dan strategi komunikasi
politik—modal penting untuk kariernya kelak.
Sejak
muda, Puan tak jauh dari kegiatan sosial dan organisasi. Ia aktif di berbagai
kegiatan kepemudaan, termasuk di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Dari
situlah ia mulai membangun jejaring politiknya sendiri, meski tentu saja nama
besar keluarga menjadi “pintu awal” yang membawanya ke banyak ruang. Namun,
Puan berusaha membuktikan dirinya tidak hanya sebagai pewaris, melainkan juga
sebagai pekerja politik yang punya peran nyata.
Karier
politik Puan semakin menanjak ketika pada 2009 ia terpilih sebagai anggota DPR
RI dari daerah pemilihan Jawa Tengah (Surakarta, Sukoharjo, Klaten, dan
Boyolali). Ia langsung dipercaya untuk mengemban peran strategis di parlemen.
Tiga tahun kemudian, pada 2012, Puan menjadi Ketua Fraksi PDI Perjuangan di
DPR. Jabatan itu memperlihatkan posisinya yang semakin penting di internal
partai.
Pada
2014, kiprahnya semakin besar setelah ia ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK). Dari
kursi Menko, Puan memimpin koordinasi sejumlah kementerian strategis, mulai
dari kesehatan, pendidikan, hingga kebudayaan. Beberapa program yang menjadi
sorotan adalah peningkatan layanan kesehatan nasional, penguatan jaminan
sosial, dan koordinasi penanganan bencana. Meski sering dikritik karena gaya
kerjanya yang dianggap “low profile”, kiprahnya sebagai Menko PMK menandai
jejak penting dalam jalur birokrasi pemerintahan.
Puncak
karier politik Puan datang pada 2019. Ia terpilih sebagai Ketua DPR RI untuk
periode 2019–2024. Puan menjadi perempuan pertama dalam sejarah Indonesia yang
menduduki kursi tertinggi di parlemen. Posisi ini menjadikannya salah satu
tokoh perempuan paling berpengaruh dalam politik nasional. Dari kursi Ketua
DPR, Puan terlibat dalam banyak proses legislasi besar, termasuk pembahasan
Undang-Undang Cipta Kerja dan pengawasan penanganan pandemi COVID-19.
Namun,
perjalanan politik Puan tidak selalu mulus. Sebagai cucu Bung Karno dan anak
Megawati, ia kerap mendapat label “politik dinasti”. Kritikus menilai kariernya
lebih karena warisan keluarga ketimbang prestasi pribadi. Puan sendiri beberapa
kali menanggapi kritik itu dengan kalimat singkat: ia hanya menjalani apa yang
memang sudah menjadi pilihan hidupnya. Suka atau tidak, nama besar keluarga
memang menjadi beban sekaligus modal.
Di
luar kontroversi, kiprah Puan tetap menarik. Ia menjadi simbol keterlibatan
perempuan di tingkat politik tertinggi, sesuatu yang tidak banyak terjadi di
Indonesia. Kehadirannya juga mempertegas eksistensi keluarga Bung Karno dalam
politik nasional hingga hari ini.
Ke
depan, nama Puan hampir pasti tetap akan menghiasi panggung politik Indonesia.
Sebagai kader utama PDI Perjuangan, ia disebut-sebut berpeluang menjadi calon
presiden atau wakil presiden, meski elektabilitasnya kerap naik-turun. Di sisi
lain, posisi strategis yang ia pegang saat ini menjadikan Puan figur yang tidak
bisa diabaikan dalam setiap dinamika politik di Senayan maupun di internal
partai.
Puan Maharani adalah sosok yang sering memantik perdebatan. Bagi sebagian orang, ia sekadar pewaris politik keluarga besar Bung Karno. Namun, bagi pendukungnya, Puan adalah simbol generasi penerus yang berusaha menjaga api perjuangan keluarga sekaligus memperkuat peran perempuan di puncak politik Indonesia. Sejarah kelak yang akan menilai, apakah ia akan dikenang sebagai pewaris semata, atau sebagai tokoh dengan prestasi independen yang meninggalkan jejak panjang. (WA/Ow)