![]() |
| Sumber Foto: Mitra Keluarga |
WARTAALENGKA,
Jakarta – Paparan asap rokok oleh orang yang tidak merokok
sendiri—disebut sebagai perokok pasif—termasuk asap ujung batang rokok dan asap
yang dihembuskan perokok aktif, merupakan ancaman kesehatan masyarakat yang
serius. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa tidak ada tingkat
paparan asap rokok yang benar-benar aman, dan bahwa perokok pasif menyumbang
sekitar 1,6 juta kematian non-perokok dari total lebih dari 7 juta kematian
akibat tembakau tiap tahun.
Secara
global, data studi WHO sebelumnya memperkirakan bahwa sekitar 600.000 kematian
per tahun disebabkan oleh paparan asap rokok pasif, termasuk 165.000 anak-anak.
Anak-anak paling banyak terkena efek buruk ini, terutama di rumah mereka
sendiri.
Salah
satu laporan dari jurnal Indonesian Journal of Cardiology menunjukkan
bahwa perokok pasif juga berkontribusi pada kematian akibat penyakit
kardiovaskular. Penelitian tersebut menggarisbawahi bahwa penyakit jantung
akibat asap rokok lingkungan menjadi salah satu penyebab utama kematian
prematur di negara-negara berkembang, termasuk di Asia Tenggara.
Risiko
penyakit paru juga meningkat pada perokok pasif. Sebuah studi observasional di
Indonesia melaporkan bahwa paparan asap rokok keluarga secara signifikan
dikaitkan dengan peningkatan kejadian asma, terutama pada anak-anak. Misalnya,
di Desa Polehan, Malang, anak-anak yang tinggal di rumah dengan perokok aktif
memiliki peluang lebih tinggi terkena asma dibanding anak-anak dari rumah tanpa
asap rokok.
Dalam
kelompok ibu hamil, penelitian di RSIA Bunda Arif Purwokerto (Jawa Tengah)
menemukan bahwa 37,1% ibu hamil di periode Januari 2019 – Desember 2020 adalah
perokok pasif. Dari jumlah ini, 85,2% mengalami komplikasi kehamilan;
komplikasi terbanyak adalah persalinan lama, asfiksia bayi, pertumbuhan janin
terbatas (IUGR), kelahiran prematur, dan lain-lain.
Studi
lainnya di Kabupaten Lebong (Provinsi Bengkulu) menemukan bahwa perokok pasif
dan status gizi kurang menjadi faktor yang menghambat penyembuhan TB paru. Anak
atau individu yang terpapar asap rokok lingkungan menunjukkan hasil penyembuhan
yang lebih rendah dibanding mereka yang tidak terpapar, memperlihatkan bahwa
asap rokok tidak hanya menyebabkan penyakit tetapi juga memperparah prognosis
penyakit infeksi.
Tinjauan
sistematis mengenai asap rokok lingkungan (Environmental Tobacco Smoke, ETS)
juga menunjukkan bahwa paparan asap rokok merupakan faktor risiko utama untuk
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) pada bukan perokok, serta memperburuk
kondisi paru sudah ada. Meskipun riset masih terbatas, efek kumulatifnya
menjadi perhatian serius untuk kesehatan jangka panjang.
Secara
epidemiologis, studi kohort jangka panjang di negara maju melaporkan bahwa
perokok pasif memiliki risiko kematian keseluruhan sekitar 15–20% lebih tinggi
dibanding non-perokok yang tidak terpapar asap rokok. Studi “Deaths from all
causes in non-smokers who lived with smokers” mengindikasikan peningkatan
risiko kematian bahkan pada non-perokok yang tinggal serumah dengan perokok
aktif.
Mekanisme
kerusakan akibat asap rokok pasif mencakup inhalasi partikel halus (PM2.5),
gas-gas iritan seperti karbon monoksida, formaldehida, benzena, dan nitrosamin;
ini mengiritasi saluran pernapasan, memicu respons inflamasi, mengurangi fungsi
paru, serta merusak dinding vaskular yang kemudian meningkatkan risiko penyakit
jantung dan kanker paru. Efeknya lebih berat pada anak-anak, lansia, dan mereka
yang memiliki penyakit penyerta seperti asma atau PPOK.
Dari
sisi kebijakan kesehatan, WHO dan badan kesehatan nasional menyarankan
penggunaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di ruang publik dan rumah tangga, kampanye
edukasi publik mengenai bahaya asap rokok, dan regulasi kuat terhadap industri
tembakau. Program ini telah terbukti menurunkan paparan asap rokok lingkungan
dan mengurangi insiden penyakit terkait asap rokok.
Kesimpulannya, perokok pasif bukanlah masalah “sekunder” yang kecil; ia mengancam kesehatan publik secara nyata dan menyumbang ratusan ribu kematian setiap tahunnya. Dengan bukti ilmiah yang kuat, diperlukan tindakan pencegahan seperti larangan merokok di area publik dan rumah, edukasi masyarakat, dan regulasi yang lebih tegas agar bukan perokok tidak menjadi korban asap tembakau. (WA/Ow)
