RIBUAN MASSA SIAP LONG MARCH HARI INI, PETISI KE DPR JADI SOROTAN

Sumber Foto: diunduh dari liputan6.com/faizal fanani


WARTAALENGKA, Jakarta - Gelombang protes di Jakarta sejak akhir Agustus 2025 masih bergulir. Jaringan lintas elemen masyarakat mengumumkan rencana aksi damai besar pada Senin, 15 September 2025, bertema “Satu Bangsa, Satu Suara, Indonesia Damai.” Agenda utama meliputi long march dari Tugu Proklamasi menuju Istana Negara, lalu dilanjutkan unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Senayan. Panitia memperkirakan kehadiran ribuan peserta—pemuda, mahasiswa, tokoh agama, budayawan—serta menggelar doa lintas agama dan diskusi kebangsaan untuk menegaskan pendekatan non-kekerasan di tengah tensi sosial pascaricuh 28 Agustus.

Rute, Waktu, dan Pengamanan

Informasi aksi beredar melalui kanal aktivis di media sosial. Titik kumpul ditetapkan di Tugu Proklamasi pukul 09.00 WIB sebelum massa bergerak ke Istana Negara. Sekitar pukul 11.00 WIB, aksi paralel direncanakan di depan Gedung DPR RI guna menyampaikan petisi terkait sejumlah rancangan undang-undang. Penyelenggara mengimbau peserta menggunakan transportasi umum atau sepeda untuk meredam kemacetan, serta menegaskan telah berkoordinasi dengan aparat agar pengamanan proporsional dan menghindari benturan seperti yang terjadi pada 28 Agustus, ketika gas air mata digunakan untuk membubarkan massa.

 

Long march ini bukan sekadar arak-arakkan; panitia menyebutnya “perjalanan reflektif” atas isu yang memicu protes sejak 25 Agustus—dari beban biaya hidup hingga dugaan pelanggaran HAM. Di DPR, agenda diisi orasi mahasiswa dan buruh serta penyerahan petisi kepada perwakilan dewan, khususnya menyangkut RUU KUHP dan RUU Kepolisian.

Tuntutan Inti

Kelompok Ikatan Pelopor Penerus Reformasi—sebagai inisiator—menolak wacana “Reformasi Polri” berbasis tim ad hoc. Mereka mendesak Presiden tidak membentuk tim baru, tetapi memperkuat Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai pengawas eksternal yang berfungsi nyata. Tuntutan lain: penambahan unsur aparatur sipil dalam pengawasan independen untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan—respon atas tewasnya Affan Kurniawan, pengemudi ojek online yang terlindas kendaraan taktis saat kericuhan.

 

Di jalur legislasi, demonstran meminta DPR mempercepat pembahasan RUU KUHP—terutama batas kewenangan penyidikan antara kepolisian dan kejaksaan—serta menegaskan supremasi sipil agar demokrasi terjaga dari intervensi berlebihan cabang eksekutif terhadap aparat penegak hukum.

Respons Pemerintah dan Dinamika Elite

Pada 11 September 2025, Presiden Prabowo Subianto menerima Gerakan Nurani Bangsa (GNB) di Istana Negara—hadir Sinta Nuriyah, Quraish Shihab, Frans Magnis Suseno, dan Lukman Hakim. Pertemuan menghasilkan kesepahaman awal mengenai tim reformasi kepolisian dan tim investigasi independen atas kasus demo. Gomar Gultom menyebut, “Gayung bersambut, Presiden setuju untuk memperkuat evaluasi kepolisian.” Di sisi lain, sebagian aktivis menilai ini tidak linear dengan tuntutan penguatan Kompolnas, sehingga aksi 15 September dipersepsikan sebagai tolak ukur komitmen pemerintah pada jalur pengawasan yang sudah ada.

 

Analis politik Hendri Satrio memandang rangkaian demonstrasi bisa mendorong percepatan legislasi, namun mengingatkan risiko instabilitas bila tuntutan publik berlarut tanpa kanal respons kebijakan yang jelas.

Tekanan Publik, Prosedur Damai

Penyelenggara menekankan format damai: pembukaan dengan doa lintas agama, orasi yang terstruktur, serta fasilitasi diskusi kebangsaan. “Kita ingin tunjukkan bahwa aspirasi bisa disampaikan tanpa kekerasan,” ujar salah satu koordinator. Panitia juga menyiapkan protokol keselamatan, termasuk tim medic dan jalur evakuasi, serta aturan atribut untuk mencegah provokasi.

Pengalaman aksi sebelumnya menunjukkan tekanan publik dapat mengangkat agenda ke permukaan—mulai audit anggaran DPR hingga percepatan RUU Perampasan Aset. Dengan estimasi massa yang besar, 15 September berpotensi menjadi momen rekonsiliasi—selama semua pihak memilih dialog, bukan konfrontasi. (WA)

Lebih baru Lebih lama