Apakah Kita Bisa Hidup Tanpa Kanker Serviks? Jawabannya Ada pada Vaksin HPV

Sumber Foto: Universitas Airlangga

WARTAALENGKA, Jakarta – Human Papillomavirus (HPV) merupakan kelompok virus DNA yang terdiri atas lebih dari 200 tipe, dengan sekitar 40 tipe di antaranya menginfeksi area genital dan saluran reproduksi manusia. Infeksi HPV adalah salah satu penyakit menular seksual paling umum di dunia. Sebagian besar infeksi HPV bersifat sementara dan dapat dibersihkan oleh sistem imun dalam waktu 1–2 tahun, namun beberapa tipe berisiko tinggi seperti HPV-16 dan HPV-18 berpotensi menyebabkan kanker, terutama kanker serviks, anus, penis, orofaring, dan vulva.

Menurut data World Health Organization (WHO, 2023), kanker serviks adalah penyebab kematian nomor empat pada perempuan di seluruh dunia, dengan lebih dari 600.000 kasus baru dan 340.000 kematian setiap tahunnya. Lebih dari 95% kasus kanker serviks disebabkan oleh infeksi persisten HPV berisiko tinggi, sehingga pencegahan primer melalui vaksinasi menjadi langkah strategis dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

Vaksin HPV dikembangkan menggunakan teknologi partikel mirip virus (virus-like particles, VLPs), yang meniru struktur kapsid luar HPV tanpa mengandung DNA virus. Dengan demikian, vaksin HPV tidak dapat menyebabkan infeksi, namun mampu merangsang sistem imun untuk menghasilkan antibodi penetral terhadap HPV. Vaksin ini bekerja secara preventif, bukan kuratif, sehingga efektivitasnya maksimal bila diberikan sebelum individu terpapar HPV melalui aktivitas seksual.

Terdapat beberapa jenis vaksin HPV yang telah dikembangkan dan disetujui penggunaannya: bivalen (HPV-16, 18), quadrivalen (HPV-6, 11, 16, 18), dan nonavalent (HPV-6, 11, 16, 18, 31, 33, 45, 52, 58). Vaksin bivalen terutama mencegah kanker serviks, sedangkan vaksin quadrivalen dan nonavalent juga melindungi dari kutil kelamin yang disebabkan oleh HPV-6 dan HPV-11.

Efikasi vaksin HPV telah terbukti dalam berbagai uji klinis berskala besar. Studi FUTURE II Trial (2007) menunjukkan bahwa vaksin quadrivalen mampu mencegah lebih dari 98% lesi prakanker serviks (CIN 2/3) terkait HPV-16 dan 18 pada perempuan muda. Sementara itu, penelitian lanjutan dari CDC dan WHO menemukan bahwa program vaksinasi massal dapat menurunkan prevalensi infeksi HPV hingga 86% pada remaja perempuan di negara yang menerapkan program imunisasi sejak dini.

Selain kanker serviks, vaksin HPV juga bermanfaat pada laki-laki. Infeksi HPV dapat menyebabkan kanker penis, anus, dan orofaring, serta kutil kelamin yang berdampak signifikan pada kualitas hidup. Oleh karena itu, American Cancer Society (ACS) dan Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) merekomendasikan vaksinasi HPV tidak hanya pada anak perempuan tetapi juga pada anak laki-laki, dengan usia optimal pemberian 9–14 tahun.

Di Indonesia, vaksin HPV telah masuk ke dalam program imunisasi nasional sejak 2023 melalui Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) dengan target utama anak perempuan usia sekolah dasar kelas 5 dan 6. Langkah ini diharapkan mampu menurunkan angka kejadian kanker serviks yang masih tinggi di Indonesia, yaitu sekitar 36.000 kasus baru dengan 21.000 kematian per tahun menurut data Globocan 2020.

Meskipun sangat efektif, tantangan implementasi vaksin HPV mencakup keterbatasan akses, harga vaksin yang relatif mahal, serta kurangnya kesadaran masyarakat. Beberapa kelompok masyarakat juga masih memiliki keraguan akibat misinformasi mengenai keamanan vaksin. Namun, data epidemiologis dan hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksin HPV aman, dengan efek samping yang umumnya ringan seperti nyeri di tempat suntikan, demam ringan, atau sakit kepala. Efek samping serius sangat jarang terjadi dan tidak menunjukkan hubungan kausal langsung dengan vaksin.

Secara ilmiah, manfaat vaksin HPV tidak hanya melindungi individu yang menerima vaksin, tetapi juga menciptakan efek herd immunity. Dengan cakupan vaksinasi yang tinggi, penyebaran HPV dalam populasi dapat ditekan sehingga memberikan perlindungan tidak langsung kepada individu yang belum divaksin. Hal ini terbukti di beberapa negara maju yang telah melaksanakan program vaksinasi nasional lebih dari satu dekade, dengan penurunan signifikan kasus kanker serviks dan kutil kelamin.

Kesimpulannya, vaksin HPV adalah salah satu inovasi medis paling penting dalam pencegahan kanker berbasis infeksi virus. Bukti ilmiah menunjukkan efektivitas dan keamanan vaksin ini sangat tinggi, terutama bila diberikan sebelum paparan seksual pertama. Dengan implementasi yang merata, vaksin HPV memiliki potensi besar untuk menurunkan beban kanker serviks global, termasuk di Indonesia, sekaligus membuka peluang generasi bebas kanker serviks di masa depan. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama