![]() |
Sumber Foto: diunduh dari lama bca.co.id |
WARTAALENGKA,
Jakarta - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan dukungan
terbuka agar Presiden Prabowo Subianto mengambil alih 51 persen saham Bank
Central Asia (BCA). Dorongan ini dilandasi tudingan adanya “rekayasa” dalam
proses akuisisi saham BCA pada awal 2000-an, yang menurut PKB berkaitan
langsung dengan penanganan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) setelah
krisis 1997/1998.
Ketua
Bidang Komunikasi dan Informasi Teknologi DPP PKB, Ahmad Iman Syukri,
menegaskan posisi partainya. “PKB mendukung penuh usulan agar Presiden Prabowo
mengambil alih 51 persen saham BCA,” ujarnya, Sabtu (16/8/2025). Ia
melanjutkan, “Pengambil alihan saham BCA harus dengan segera dilakukan untuk
menyelamatkan uang negara terkait megaskandal BLBI. Jangan sampai bangsa ini
terus menerus dipermainkan.”
Argumen
PKB: BLBI, Aset Publik, dan Klaim Rekayasa Akuisisi
Menurut Ahmad Iman, pengambilalihan tidak membutuhkan dana segar negara karena
pemerintah, pada dasarnya, telah menempatkan dana lewat skema BLBI. “Pemerintah
sudah menyuntikan dana ke BCA melalui BLBI,” ucapnya. Ia menuding perubahan
kepemilikan pasca-krisis sarat kejanggalan, “Karena adanya rekayasa, akhirnya
51 persen menjadi milik Djarum grup,” sambungnya.
Lebih jauh, ia menyebut pemulihan aset negara mesti menjadi prioritas: “Saham
yang sejatinya milik pemerintah ini yang harus diambil. Pemerintah yang punya
dana malah tidak punya saham, lucu.”
PKB juga mendorong investigasi menyeluruh atas dugaan manipulasi dalam proses akuisisi. “Jika Presiden Prabowo mau menuntaskan masalah ini, persoalan keuangan negara yang sedang seret bisa teratasi,” kata Ahmad Iman. Ia menilai langkah berani dibutuhkan: “Memang perlu ide yang out of the box. Saya kira ide seperti ini sudah dimiliki Presiden Prabowo.”
Ia mengingatkan sensitivitas isu BLBI di mata publik: “Jika penegakan hukum
atas dugaan skandal BLBI-BCA ini jalan di tempat, bisa merusak kepercayaan
masyarakat terhadap pemerintah saat ini,” ucapnya. “Padahal, Presiden Prabowo
menyatakan komitmen untuk memerangi segala bentuk korupsi,” tutupnya.
Tekanan
Akademisi: Tim Khusus dan Hak Mengambil Alih
Dukungan terhadap wacana ini juga datang dari ekonom UGM, Sasmito Hadinegoro,
yang sekaligus memimpin LPEKN. Ia mendorong pembentukan tim khusus di bawah
presiden untuk membongkar “dugaan mafia keuangan” dalam perkara BLBI–BCA.
“Angin kencang beberapa kali telah kita tiupkan untuk mengusut kembali kasus
BLBI-BCA,” ujarnya, Selasa (12/8/2025).
Sasmito berpendapat pemerintah memiliki dasar menggugat kembali kepemilikan
mayoritas BCA tanpa biaya tambahan. “Pemerintah punya hak untuk mengambil
kembali 51 persen saham BCA, tanpa harus bayar,” tegasnya. Ia juga mengutip
angka historis: “Pada waktu itu, pada Desember 2002, nilai sahamnya (BCA) Rp117
triliun. Dalam buku, BCA mempunyai utang ke negara Rp60 triliun, diangsur Rp7
triliun setiap tahunnya,” ungkapnya.
Gelombang
Reaksi: Kekhawatiran Netizen dan Stabilitas Sistem Keuangan
Seiring viralnya isu ini di media sosial, muncul kekhawatiran warganet akan
potensi penarikan dana besar-besaran (rush). Sentimen ini ditopang
ketidakpercayaan sebagian publik terhadap kemungkinan pengelolaan BCA oleh
negara.
Dalam konteks tata kelola, proses pengambilalihan saham bank swasta dengan
skala sistemik—jika ditempuh—menyangkut etika pasar modal, kepatuhan korporasi,
serta pengawasan ketat otoritas sektor keuangan. Di sisi lain, komunikasi
kebijakan yang jernih dari pemerintah dan para pemangku kepentingan menjadi
kunci untuk mencegah kepanikan, menjaga kepercayaan deposan, dan melindungi
stabilitas sistem keuangan.
Konteks
Lebih Luas: BLBI, Krisis 1997/1998, dan Warisan Sengketa
BLBI merupakan skema darurat untuk menyelamatkan perbankan saat krisis Asia.
Namun, implementasinya melahirkan persengketaan berkepanjangan atas
pengembalian dana, penyitaan aset, dan kepastian hukum. Usulan pengambilalihan
51 persen saham BCA yang kini menyeruak kembali menempatkan pemerintah di
persimpangan: antara mengejar pemulihan aset publik (asset recovery) dan
menjaga kepastian usaha berikut stabilitas industri perbankan.
Catatan
Redaksi
Klaim “rekayasa akuisisi” serta perincian angka terkait BCA yang dikemukakan
para narasumber di atas merupakan pernyataan pihak-pihak yang berkepentingan.
Pernyataan tersebut belum diverifikasi secara independen dalam naskah ini.
Tanggapan dari pihak BCA maupun kelompok usaha yang disebut, beserta otoritas
terkait, menjadi krusial untuk memberikan gambaran utuh kepada publik. (WA)