HIBAH PESANTREN DIHAPUS DI APBD-P JABAR 2025, MA’RUF: ANOMALI, TAK SEJALAN DENGAN PUSAT

Sumber Foto: dok. wapresri.go.id

 

WARTAALENGKA, Jakarta - Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah membahas APBD Perubahan 2025 bersama DPRD, sekaligus memastikan pos-pos belanja yang akan disesuaikan. Salah satu keputusan yang memantik sorotan nasional: tidak adanya alokasi bantuan hibah untuk pondok pesantren pada APBD-P tahun ini.

Wakil Presiden Republik Indonesia ke-13, Ma’ruf Amin, menilai langkah tersebut tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat yang justru memperkuat ekosistem pesantren melalui regulasi. “Itu satu kesalahan besar, di pusat kita mendukung dengan Undang-Undang Pesantren. Kok malah di Jawa Barat anomali, tidak sejalan apa yang dilakukan pusat,” kata Ma'ruf Amin kepada awak media setelah menghadiri Halaqoh Transformasi Untuk Kebangkitan Pondok Pesantren di Sukabumi, Kamis (14/8/2025) siang.

Menurut Ma’ruf, pesantren bukan sekadar institusi pendidikan, melainkan pilar kebudayaan, keulamaan, dan kebangsaan yang telah berperan panjang sejak masa pergerakan kemerdekaan hingga kini. “Dia tidak tahu peran pesantren terhadap negara dan bangsa ini besar sekali. Baik melahirkan orang-orang yang berpartisipasi dalam berbangsa, menjadi pemimpin bangsa, mengubah perilaku masyarakat dan itu pesantren yang ikut berperan. Dia berpikir anomali itu harus diluruskan,” tutup Ma’ruf Amin.

Latar Kebijakan

Keputusan tidak mengalokasikan hibah pesantren di APBD-P 2025 disampaikan di tingkat provinsi dan saat ini masuk dalam pembahasan bersama DPRD Jawa Barat. Di saat pusat mengusung penguatan regulatif bagi pesantren, keputusan di daerah ini dinilai menghadirkan jurang kebijakan (policy gap) yang berpotensi membebani keberlanjutan program pendidikan keislaman, sosial, dan pemberdayaan masyarakat berbasis pesantren.

 

Sorotan dan Implikasi

Polemik hibah pesantren di Jabar terjadi di tengah kebutuhan lembaga pendidikan keagamaan terhadap dukungan sarana-prasarana, peningkatan kualitas pengajar, program literasi dan vokasi santri, hingga penguatan peran pesantren dalam moderasi beragama. Kritik Wapres menekankan pentingnya sinkronisasi pusat–daerah agar tidak menciptakan anomali kebijakan dan meminimalkan dampak sosial pada ekosistem pendidikan keagamaan.

 

Apa Berikutnya?

Pembahasan APBD-P 2025 di tingkat provinsi dan DPRD Jabar akan menjadi ruang penentu. Di titik ini, isu sinkronisasi kebijakan, prioritas anggaran, serta keberpihakan pada lembaga pendidikan masyarakat—termasuk pesantren—akan diuji transparansi dan akuntabilitasnya. (WA)

Lebih baru Lebih lama