EVOLUSI GENERASI DARI LOST GENERATION HINGGA GENERASI BETA: PERSPEKTIF SOSIAL, BUDAYA, DAN TEKNOLOGI

Sumber Foto: Kompas

 WARTAALENGKA, Cianjur Kajian lintas generasi telah menjadi salah satu kerangka penting dalam memahami dinamika perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi di dunia. Setiap generasi terbentuk melalui konteks sejarah, kondisi ekonomi, dan perkembangan teknologi yang khas, membentuk nilai, perilaku, dan orientasi hidup mereka. Dimulai dari Lost Generation (1883–1900), kelompok ini tumbuh dalam masa pergolakan Perang Dunia I, disertai ketidakpastian ekonomi global yang mencetak karakter tangguh, skeptis terhadap otoritas, dan berfokus pada kelangsungan hidup. Mereka mengalami transisi dari masyarakat agraris ke industri dengan keterbatasan teknologi modern, yang membuat koneksi sosial lebih terikat pada komunitas lokal.

Selanjutnya, Greatest Generation (1901–1927) lahir dan dibesarkan dalam bayang-bayang Depresi Besar serta keterlibatan langsung dalam Perang Dunia II. Nilai patriotisme, kerja keras, dan pengorbanan menjadi inti identitas mereka. Generasi ini mewariskan etos disiplin tinggi dan solidaritas kolektif, diiringi kemajuan teknologi awal seperti radio dan mesin industri yang mempercepat urbanisasi.

Menyusul setelahnya adalah Silent Generation (1928–1945) yang hidup dalam masa pemulihan pascaperang dan awal Perang Dingin. Kehidupan mereka cenderung konservatif, menghargai stabilitas, dan fokus pada pencapaian karier jangka panjang. Meski mengalami kemajuan teknologi seperti televisi, mereka tumbuh dalam norma sosial yang relatif ketat dan keterbatasan kebebasan berekspresi di ruang publik.

Perubahan besar muncul dengan hadirnya Baby Boomers (1946–1964), generasi yang dibentuk oleh optimisme pascaperang, pertumbuhan ekonomi pesat, dan munculnya budaya populer modern. Perkembangan televisi, musik rock, dan gerakan sosial seperti hak-hak sipil dan feminisme memengaruhi pandangan hidup mereka. Generasi ini dikenal ambisius, kompetitif, dan memiliki pengaruh besar dalam lanskap politik serta ekonomi global.

Memasuki Generation X (1965–1980), lahirlah kelompok yang mengalami peralihan dari era analog ke digital awal. Mereka tumbuh di tengah meningkatnya angka perceraian, globalisasi, dan munculnya komputer pribadi. Sifat independen, adaptif, dan skeptis terhadap institusi menjadi ciri dominan. Generasi ini menjadi penghubung penting antara pola kerja konvensional dan era teknologi informasi modern.

Setelah itu, Millennials atau Generation Y (1981–1996) muncul sebagai generasi yang paling awal merasakan internet, ponsel, dan media sosial. Mereka dibentuk oleh globalisasi, akses pendidikan lebih luas, dan nilai keberagaman. Dengan karakter kolaboratif, melek teknologi, dan berorientasi pada pengalaman, mereka juga menghadapi tantangan seperti krisis keuangan global 2008 dan ketidakstabilan pasar kerja.

Lalu hadir Generation Z (1997–2012), generasi digital native sejati yang tidak pernah mengenal dunia tanpa internet. Teknologi, media sosial, dan informasi instan membentuk pola pikir mereka yang serba cepat, kreatif, dan sangat terhubung. Namun, mereka juga rentan terhadap tekanan mental akibat paparan media yang berlebihan. Nilai inklusivitas, kesadaran lingkungan, dan orientasi global menjadi ciri menonjol mereka.

Kini, Generation Alpha (2013–2024) sedang tumbuh dalam lingkungan hiper-digital dengan teknologi kecerdasan buatan, pembelajaran daring, dan integrasi teknologi dalam hampir semua aspek kehidupan. Generasi ini diperkirakan akan memiliki keterampilan adaptasi teknologi yang lebih tinggi, tetapi juga tantangan dalam interaksi sosial tatap muka akibat ketergantungan pada media digital.

Menyusul setelahnya, Generation Beta (2025–2039) diprediksi lahir di tengah percepatan revolusi teknologi seperti AI generatif, bioteknologi, dan sistem transportasi otonom. Paparan awal terhadap ekosistem digital imersif, termasuk realitas virtual dan augmented reality, dapat membentuk pola belajar yang lebih visual, interaktif, dan personal. Namun, tingkat paparan terhadap perubahan iklim, dinamika geopolitik, dan ketidakpastian ekonomi global akan sangat menentukan pembentukan nilai dan pola pikir generasi ini.

Perjalanan dari Lost Generation hingga Generation Beta menunjukkan bahwa setiap generasi merupakan hasil interaksi kompleks antara sejarah, budaya, ekonomi, dan teknologi. Studi lintas generasi menjadi penting bukan hanya untuk memahami perbedaan pola pikir, tetapi juga untuk merancang strategi pendidikan, ekonomi, dan kebijakan publik yang relevan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat di masa depan. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama