![]() |
Sumber Foto: Alodokter |
"Terkait
isu pemajakan PSK, bersama ini disampaikan klarifikasi bahwa tidak ada
kebijakan khusus untuk memungut pajak dari pekerja seks komersial," tegas
Plh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Hestu Yoga
Saksama.
Yoga
menyebut informasi yang beredar tersebut menimbulkan kesalahpahaman di publik.
Oleh karena itu, ia mengimbau media dan pihak-pihak yang menyebarkan isu
tersebut agar memerhatikan relevansi serta keakuratan sumber informasi.
DJP
menjelaskan, kabar yang viral itu diduga mengacu pada pernyataan Direktur
P2Humas DJP tahun 2016, Mekar Satria Utama. Pada saat itu, Mekar memberikan
penjelasan akademis mengenai unsur subjektif dan objektif sebagai wajib pajak
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Namun, penjelasan
tersebut bukan dalam konteks kebijakan resmi.
"Pernyataan
tersebut bukan pengumuman kebijakan, dan konteksnya tidak relevan untuk
diberitakan saat ini," tegas Yoga.
Ia
juga mengingatkan masyarakat agar memeriksa kebenaran informasi melalui kanal
resmi Kementerian Keuangan dan DJP, atau media yang kredibel, serta tidak mudah
terpengaruh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Fokus
pemerintah saat ini adalah mengoptimalkan penerimaan pajak melalui peningkatan
pelayanan, edukasi, pengawasan, dan penegakan hukum guna mendorong kepatuhan
pajak yang lebih baik di Indonesia," ujarnya.
Dalam
unggahan di media sosial, pernyataan Mekar tahun 2016 itu juga menyebut potensi
pajak dari aktivitas perjudian. Sementara untuk urusan prostitusi, potensi
Pajak Penghasilan (PPh) bisa timbul jika penghasilan PSK bersifat resmi dan
terdeteksi melalui aktivitas transfer perbankan. (WA/Ow)