DI BALIK JERAWAT DAN SIKLUS TAK TERATUR: TINJAUAN MENDALAM POLYCYSTIC OVARY SYNDROME DALAM DIMENSI KLINIS DAN MOLEKULER

Sumber Foto: Honest Docs

 

WARTAALENGKA, Jakarta – Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) merupakan salah satu gangguan endokrin yang paling umum terjadi pada perempuan usia reproduktif. Prevalensinya bervariasi antara 6% hingga 20% tergantung pada kriteria diagnostik yang digunakan, dan sering kali tidak terdiagnosis hingga muncul gangguan kesuburan atau keluhan menstruasi kronis. Gangguan ini ditandai oleh anovulasi kronis, hiperandrogenisme, serta morfologi ovarium polikistik, dengan etiologi yang kompleks dan belum sepenuhnya dipahami. PCOS tidak hanya berdampak pada fungsi reproduksi, tetapi juga berkaitan erat dengan disfungsi metabolik, seperti resistensi insulin, obesitas abdominal, hingga peningkatan risiko diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.

Faktor genetik dan epigenetik memiliki peran penting dalam predisposisi PCOS, namun pemicu lingkungan seperti pola makan tinggi glukosa, kurang aktivitas fisik, serta stres kronis turut memperparah disfungsi hormonal. Ketidakseimbangan sekresi hormon luteinizing (LH) yang berlebihan dibanding follicle-stimulating hormone (FSH), menyebabkan gangguan maturasi folikel dan produksi androgen yang meningkat di ovarium. Resistensi insulin yang sering ditemukan pada pasien PCOS memperburuk kondisi ini dengan meningkatkan sekresi insulin kompensatorik, yang turut menstimulasi produksi androgen. Kadar insulin yang tinggi juga berdampak terhadap hati, menurunkan produksi sex hormone-binding globulin (SHBG), sehingga meningkatkan kadar androgen bebas di sirkulasi perifer.

Secara klinis, perempuan dengan PCOS dapat mengalami berbagai manifestasi seperti menstruasi tidak teratur, jerawat, hirsutisme, alopecia androgenik, hingga kesulitan hamil. Kriteria Rotterdam yang digunakan secara luas mensyaratkan setidaknya dua dari tiga gejala utama untuk menegakkan diagnosis, yaitu oligo/anovulasi, hiperandrogenisme, dan ovarium polikistik berdasarkan ultrasonografi. Meski tampak sederhana, diagnosis PCOS sering menantang karena variasi fenotipe dan tumpang tindih dengan kondisi endokrin lainnya seperti hiperplasia adrenal kongenital atau hiperprolaktinemia.

Pendekatan penatalaksanaan PCOS harus bersifat individual dan komprehensif, tidak hanya menargetkan gejala reproduksi, tetapi juga aspek metabolik dan psikososial. Perubahan gaya hidup berupa pengaturan pola makan dan peningkatan aktivitas fisik terbukti mampu menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, yang pada gilirannya dapat memulihkan ovulasi spontan. Terapi farmakologis seperti penggunaan metformin untuk resistensi insulin dan letrozole atau clomiphene citrate untuk induksi ovulasi banyak digunakan dalam praktik klinis. Untuk mengurangi gejala hiperandrogenisme, spironolakton dan kontrasepsi oral kombinasi dapat diberikan dengan pengawasan medis ketat.

Seiring berkembangnya penelitian, pendekatan terapi baru terus dikaji. Suplementasi myo-inositol dan D-chiro-inositol menunjukkan hasil menjanjikan dalam meningkatkan sensitivitas insulin serta regulasi ovulasi. Selain itu, disbiosis mikrobiota usus yang kini dihubungkan dengan PCOS membuka peluang terapi berbasis probiotik dan prebiotik. Pendekatan ini memandang PCOS sebagai gangguan sistemik yang melibatkan sumbu gut-brain-ovary dan dapat dimodulasi melalui intervensi nutrisi. Aspek psikologis juga memegang peran penting karena pasien PCOS berisiko lebih tinggi mengalami kecemasan, depresi, dan gangguan citra tubuh, sehingga perlu penanganan multidisipliner yang melibatkan psikiater atau psikolog.

Mengingat kompleksitas PCOS, penelitian lanjutan yang lebih dalam sangat dibutuhkan untuk memahami jalur patofisiologi yang terlibat secara lebih menyeluruh. Pendekatan berbasis omik, termasuk genomik, metabolomik, dan mikrobiomik, dapat memberikan pemahaman baru mengenai variasi fenotipe dan respons terhadap terapi. Dengan demikian, masa depan penanganan PCOS diharapkan akan bergerak menuju pengobatan yang lebih presisi, holistik, dan berbasis bukti. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama