WARTAALENGKA, Cianjur - Presiden Prabowo Subianto meresmikan
proyek raksasa industri baterai kendaraan listrik senilai Rp 96 triliun di
Karawang, Jawa Barat, Sabtu (29/6). Namun yang menjadi sorotan bukan hanya
besarnya nilai investasi, melainkan juga absennya sejumlah pejabat kunci dalam
seremoni tersebut.
Di acara yang bertajuk peluncuran Indonesia
Battery Ecosystem, Prabowo tampil sendiri mewakili pemerintah pusat. Tak
tampak kehadiran Menko Marves, Menteri BUMN, Menteri ESDM, atau pun pejabat
dari Kementerian Perindustrian—padahal proyek ini masuk dalam daftar Proyek
Strategis Nasional.
“Ini bukti kita bisa berdikari secara
energi. Kita ingin produksi 100 GWh baterai, kita harus bisa swasembada,” ujar
Prabowo dalam pidatonya. Ia juga mengajak semua pihak untuk mendukung
transformasi energi demi kemandirian nasional.
Namun, suasana menjadi janggal ketika
Prabowo secara mengejutkan menyapa Tomy Winata yang hadir di lokasi. “Loh, Pak
Tomy di sini?” ucapnya spontan. Banyak yang menduga bahwa kehadiran taipan
tersebut menjadi simbol penting dalam konstelasi bisnis proyek ini.
Proyek ini dikerjakan oleh konsorsium
perusahaan dari Indonesia, Tiongkok, dan Korea Selatan, termasuk Hyundai, LG,
dan perusahaan holding lokal. Targetnya, Indonesia akan menjadi pusat produksi
baterai kendaraan listrik terbesar di Asia Tenggara.
Meski nilainya fantastis dan disebut
akan menyerap ribuan tenaga kerja, publik bertanya-tanya: mengapa tidak ada
pendampingan resmi dari kementerian terkait? Apakah ini sinyal disharmoni di
tubuh pemerintahan atau hanya masalah teknis protokoler?
Pengamat energi dan kebijakan publik
menilai absennya pejabat bisa menimbulkan spekulasi politik. Apalagi proyek ini
terkait erat dengan transisi energi, target emisi karbon nasional, dan
investasi strategis dari mitra asing.
Sementara itu, warganet ramai
memperdebatkan momen ini di media sosial. Sebagian menyambut positif langkah
cepat Prabowo, tetapi ada juga yang mengkritik minimnya keterlibatan pemerintah
teknis dalam peresmian proyek sebesar ini.
Banyak pihak berharap proyek senilai
hampir Rp100 triliun ini tidak hanya menjadi simbol pencitraan, tetapi
betul-betul mendongkrak industri hilirisasi dan membuka lapangan kerja
berkualitas bagi anak bangsa.
Yang jelas, Prabowo telah menaruh batu pertama dalam sejarah industri baterai nasional. Kini tantangannya tinggal satu: akankah proyek ini berlari cepat, atau tersendat karena dinamika politik dan birokrasi?. (WA/Ow)