"TAK ADA LAGI SYARAT 'MAKSIMAL 25 TAHUN': MENAKER LARANG DISKRIMINASI USIA DI LOWONGAN KERJA"

 

Sumber Foto: Detik

WARTAALENGKA, Cianjur - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) akhirnya menegaskan sikap terhadap praktik diskriminatif dalam proses rekrutmen tenaga kerja. Melalui Surat Edaran (SE) Nomor M/2/HK.04/III/2025 yang ditandatangani Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, perusahaan secara resmi dilarang mencantumkan syarat usia, jenis kelamin, status pernikahan, hingga penampilan fisik dalam lowongan kerja.

Kebijakan ini disambut beragam tanggapan dari masyarakat. Sebagian menyebutnya sebagai langkah progresif, sementara yang lain menilai ini bisa menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan dalam menyaring kandidat. Namun satu hal yang pasti: aturan ini membidik langsung jantung diskriminasi yang selama ini menjegal banyak pencari kerja, terutama yang tak lagi muda.

Diskriminasi Usia: Masalah Lama, Solusi Baru

Selama bertahun-tahun, pencari kerja di Indonesia sering menjumpai syarat "maksimal 25 tahun", "berpenampilan menarik", hingga "belum menikah" di hampir setiap iklan lowongan kerja. Praktik ini tidak hanya mempersulit mereka yang ingin berkarier di usia matang, tetapi juga mempersempit ruang kesempatan kerja yang adil.

Kemnaker kini menegaskan bahwa kriteria semacam itu tidak lagi dibenarkan. Perusahaan wajib menyesuaikan iklan lowongan kerja mereka agar tidak mencantumkan batasan usia kecuali memang sangat relevan dengan kebutuhan kompetensi jabatan.

Menaker: Rekrutmen Harus Adil dan Setara

"Rekrutmen harus mengedepankan prinsip kesetaraan, keadilan, dan non-diskriminatif," ujar Menteri Ida Fauziyah dalam keterangannya. Ia menegaskan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pekerjaan tanpa dibatasi oleh aspek personal yang tidak berkaitan dengan kualifikasi pekerjaan.

SE tersebut juga menegaskan bahwa bentuk diskriminasi lain, seperti membedakan pelamar berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan, merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip keadilan kerja.

Tidak Lagi Harus “Good Looking”

Salah satu poin menarik dalam SE ini adalah pelarangan syarat “berpenampilan menarik” yang selama ini menjadi momok bagi mereka yang tak sesuai dengan standar kecantikan atau ketampanan ala industri. Kalimat seperti “berpenampilan menarik” dinilai ambigu dan membuka ruang interpretasi subjektif, yang justru bisa menjadi celah diskriminasi.

Dengan aturan baru ini, perusahaan diimbau lebih fokus pada kompetensi, keterampilan, dan pengalaman ketimbang atribut fisik.

Reaksi Publik: Antara Harapan dan Kekhawatiran

Di media sosial, aturan ini langsung menjadi perbincangan hangat. Banyak netizen mengapresiasi kebijakan ini sebagai angin segar bagi pencari kerja yang selama ini merasa tersingkir karena usia. Namun, ada pula yang mempertanyakan bagaimana perusahaan bisa menyeleksi pelamar jika tidak diberi keleluasaan menentukan kriteria tertentu.

"Kalau semua orang bisa melamar tanpa syarat usia, nanti jadi beban buat HRD dong," tulis salah satu pengguna X (dulu Twitter).

Boleh Membatasi Usia, Tapi dengan Alasan Logis

Meski syarat usia dilarang secara umum, pemerintah tetap memberikan ruang pengecualian jika batasan tersebut dibutuhkan secara fungsional. Misalnya, dalam pekerjaan yang memang menuntut kemampuan fisik tinggi seperti pemadam kebakaran atau pekerjaan di sektor militer.

Namun demikian, pengecualian itu harus dilandasi analisis jabatan yang objektif dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

Sanksi Menanti Perusahaan yang Melanggar

Surat Edaran ini bukan sekadar imbauan. Kemnaker memastikan akan melakukan pengawasan ketat terhadap perusahaan yang masih mencantumkan syarat-syarat diskriminatif dalam iklan lowongan kerja. Perusahaan bisa dikenai sanksi administratif jika terbukti melanggar.

Langkah Awal ke Arah Keadilan Ketenagakerjaan

Kebijakan ini dinilai sebagai tonggak penting dalam menciptakan iklim kerja yang inklusif dan adil. Di tengah tantangan digitalisasi dan pasar kerja yang semakin kompetitif, prinsip non-diskriminasi menjadi kunci dalam menciptakan kesetaraan kesempatan bagi seluruh warga negara.

"Ini baru namanya reformasi ketenagakerjaan. Harusnya dari dulu," tulis seorang pencari kerja yang kini berusia 37 tahun di kolom komentar sebuah portal berita.

Tantangan: Implementasi dan Pengawasan

Namun, tantangan terbesar dari kebijakan ini justru terletak pada penerapannya. Tanpa pengawasan ketat, perusahaan bisa saja mengabaikan SE ini atau menyiasatinya dengan cara-cara halus, seperti mencantumkan "fresh graduate preferred" sebagai pengganti batas usia.

Karena itu, aktivis ketenagakerjaan mendorong agar SE ini segera ditindaklanjuti dengan peraturan yang lebih mengikat secara hukum, bahkan bisa masuk dalam revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Penutup: Menuju Dunia Kerja yang Lebih Manusiawi

Aturan baru ini merupakan langkah maju dalam memanusiakan proses rekrutmen kerja. Saatnya dunia kerja Indonesia melepaskan standar-standar usang yang tidak relevan dan mulai membangun sistem ketenagakerjaan yang benar-benar berdasarkan kompetensi, bukan kondisi pribadi.

Tak ada lagi alasan “usia Anda sudah lewat.” Kini, yang muda, yang tua, selama punya kemampuan—semua punya peluang yang sama. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama