WARTAALENGKA,
Cianjur - Merokok telah lama dikenal sebagai penyebab berbagai
penyakit mematikan. Namun, bahaya sesungguhnya tidak hanya mengintai mereka
yang aktif mengisap rokok, tetapi juga mereka yang menghirup asapnya secara
tidak langsung—yang disebut sebagai perokok pasif. Ironisnya, perokok
pasif tidak memiliki kendali langsung atas paparan yang mereka alami, namun
risikonya bisa sama bahkan lebih tinggi.
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa lebih dari 1,2 juta kematian setiap
tahunnya terjadi akibat paparan asap rokok dari orang lain. Ini berarti satu
dari lima kematian terkait tembakau terjadi pada perokok pasif. Fakta ini
menggambarkan betapa seriusnya ancaman yang dihadapi kelompok ini, termasuk
anak-anak, ibu hamil, dan lansia.
Menurut
penelitian dari The Lancet Public Health (2023), asap rokok mengandung
lebih dari 7.000 bahan kimia, dan setidaknya 70 di antaranya bersifat
karsinogenik. Paparan terhadap zat-zat ini, meskipun dalam jumlah kecil dan
dalam waktu singkat, tetap dapat memicu berbagai masalah kesehatan serius, termasuk
kanker paru-paru, stroke, dan penyakit jantung.
Kondisi
menjadi semakin mengkhawatirkan karena efek perokok pasif tidak hanya muncul
dalam jangka panjang. Studi dari American Heart Association (2022)
menunjukkan bahwa hanya dalam waktu 30 menit paparan asap rokok, pembuluh darah
seseorang dapat mengalami kerusakan akut. Ini memperbesar risiko penyakit
jantung bahkan pada usia muda.
Pada
anak-anak, paparan asap rokok berkaitan langsung dengan peningkatan risiko
infeksi pernapasan, asma, gangguan tumbuh kembang, hingga kematian mendadak
bayi (SIDS). Sebuah laporan dari Pediatric Pulmonology (2023)
menunjukkan bahwa anak yang tumbuh dalam rumah tangga dengan setidaknya satu
perokok aktif memiliki kemungkinan 45% lebih tinggi mengalami infeksi saluran
pernapasan bawah.
Sementara
itu, ibu hamil yang menjadi perokok pasif juga tidak luput dari bahaya.
Berdasarkan studi dari BMJ Global Health (2022), paparan asap rokok
selama kehamilan berkaitan dengan peningkatan risiko keguguran, bayi lahir
prematur, dan gangguan perkembangan otak janin. Ironisnya, risiko ini tetap
terjadi meski sang ibu tidak pernah merokok satu batang pun dalam hidupnya.
Banyak
orang menganggap bahwa merokok di ruangan terpisah, membuka jendela, atau
menggunakan kipas angin dapat melindungi orang lain dari paparan. Namun, studi
dari Tobacco Control Journal (2023) menyatakan bahwa partikel berbahaya
dari asap rokok dapat menetap di permukaan benda dan udara hingga beberapa jam,
bahkan setelah rokok dimatikan. Konsep ini dikenal sebagai third-hand smoke,
yang sama berbahayanya, terutama bagi bayi dan balita yang sering bermain di
lantai atau memasukkan tangan ke mulut.
Dari
segi ekonomi, dampak kesehatan akibat perokok pasif juga memberikan beban besar
pada sistem layanan kesehatan. Di Indonesia, studi yang diterbitkan oleh ASEAN
Tobacco Control Atlas (2022) memperkirakan bahwa biaya pengobatan akibat
penyakit yang timbul dari perokok pasif mencapai triliunan rupiah setiap
tahunnya. Angka ini menjadi bukti nyata bahwa kebiasaan pribadi dapat
memberikan efek kolektif yang merugikan secara luas.
Upaya
pencegahan menjadi mutlak dilakukan. Larangan merokok di tempat umum saja tidak
cukup jika tidak disertai edukasi publik yang kuat mengenai bahaya menjadi
perokok pasif. Pemerintah dan komunitas perlu mendorong ruang publik yang
benar-benar bebas asap rokok, termasuk dalam lingkungan rumah, kendaraan, dan
tempat kerja.
Peran
keluarga juga sangat krusial. Mengingat mayoritas perokok pasif adalah anggota
keluarga dari perokok aktif, menciptakan rumah bebas asap rokok harus menjadi
komitmen bersama. Tidak ada kompromi yang bisa dilakukan ketika menyangkut
keselamatan anak dan pasangan.
Dari
sisi moral, menjadi perokok pasif adalah bentuk ketidakadilan yang nyata.
Mereka tidak memilih untuk merokok, namun tetap menanggung akibatnya. Ini
mencerminkan betapa pentingnya pendekatan berbasis hak asasi manusia dalam
kampanye pengendalian tembakau.
Kesimpulannya,
perokok pasif adalah korban diam dari kebiasaan merokok yang masih dilegalkan
di banyak ruang privat dan publik. Menjadi perokok pasif bukan hanya soal
menghirup asap sesekali, melainkan soal terpapar racun setiap hari tanpa
perlindungan. Sudah saatnya masyarakat sadar bahwa menghentikan kebiasaan
merokok bukan hanya soal menyelamatkan diri sendiri, tapi juga menyelamatkan
orang-orang terdekat. (WA/Ow)