![]() |
Sumber Foto: Erenjoy |
WARTAALENGKA,
Cianjur – Di tengah gempuran teknologi dan kurikulum pendidikan
anak usia dini yang semakin kompetitif, pendekatan Montessori Play atau
permainan berbasis Montessori semakin mendapatkan tempat di hati para pendidik
dan orang tua. Pendekatan ini bukan sekadar metode pengajaran alternatif,
tetapi merupakan filosofi pendidikan yang mengakui hak anak untuk belajar
secara mandiri, aktif, dan sesuai dengan ritme perkembangan alaminya.
Konsep
Montessori Play berakar pada teori perkembangan anak yang dikembangkan
oleh Dr. Maria Montessori, seorang dokter dan pendidik asal Italia pada awal
abad ke-20. Montessori percaya bahwa anak-anak memiliki “absorbent mind”,
yakni kemampuan luar biasa untuk menyerap informasi dari lingkungannya secara
spontan dan alami pada masa-masa awal kehidupan.
Permainan
dalam pendekatan Montessori bukanlah permainan bebas tanpa struktur.
Sebaliknya, permainan disusun sedemikian rupa dengan alat bantu (disebut Montessori
materials) yang dirancang khusus untuk melatih konsentrasi, koordinasi
motorik halus, logika, dan kemandirian anak. Alat-alat ini dibuat dengan
prinsip kesederhanaan dan realisme, serta dirancang agar anak dapat belajar
dari kesalahan mereka sendiri tanpa intervensi langsung dari orang dewasa.
Penelitian
dari Journal of Educational Psychology (Lillard et al., 2021)
menunjukkan bahwa anak-anak yang mengikuti program berbasis Montessori
cenderung memiliki kemampuan akademik dan sosial-emosional yang lebih baik
dibandingkan anak-anak dari pendekatan konvensional. Mereka juga menunjukkan
tingkat executive function lebih tinggi, seperti kemampuan mengatur
emosi, membuat keputusan, dan menyelesaikan tugas secara mandiri.
Salah
satu keunggulan Montessori Play adalah menghormati ritme dan minat anak. Anak
diperbolehkan memilih aktivitas yang menarik baginya, selama masih dalam
koridor struktur yang ditentukan. Pendekatan ini mendorong intrinsic
motivation, yang lebih tahan lama dibanding motivasi eksternal seperti
hadiah atau hukuman.
Permainan
sensorik menjadi fondasi penting dalam Montessori Play untuk anak usia 0–6
tahun. Aktivitas seperti menuang air, meraba tekstur, mencium aroma tumbuhan,
hingga mendengar bunyi instrumen musik dirancang untuk menstimulasi lima indera
secara menyeluruh. Menurut studi dari Early Child Development and Care
(Gonzalez-Mena, 2022), stimulasi sensorik yang kaya dan terarah berdampak
langsung pada perkembangan kognitif, bahasa, dan kecerdasan emosi anak.
Montessori
juga mengajarkan prinsip practical life skills sejak dini—seperti
merapikan mainan sendiri, memakai baju, atau membantu menyiapkan makanan.
Kegiatan ini mendorong kemandirian dan rasa tanggung jawab sejak usia balita.
Hasil riset Frontiers in Psychology (2023) menunjukkan bahwa anak-anak
yang diberi kepercayaan melakukan aktivitas rumah tangga ringan menunjukkan
perkembangan kepribadian yang lebih stabil dan rasa percaya diri yang lebih
tinggi.
Satu
prinsip yang unik dalam Montessori Play adalah keberadaan prepared
environment. Ruang bermain dan belajar dirancang dengan prinsip estetika,
keteraturan, dan aksesibilitas. Semua benda diletakkan dalam jangkauan anak,
sehingga mereka dapat memilih sendiri dan merasa memiliki kontrol terhadap
lingkungannya.
Pendekatan
ini juga menekankan pentingnya peran orang dewasa sebagai fasilitator,
bukan pengatur. Orang tua dan guru berperan mengamati, memandu, dan
menciptakan ruang eksplorasi, bukan memaksakan kehendak atau memberikan
instruksi terus-menerus. Prinsip ini sejalan dengan temuan dari Harvard
Center on the Developing Child (2022) yang menekankan pentingnya “serve and
return interaction” dalam hubungan anak dan orang dewasa untuk perkembangan
otak yang optimal.
Di
Indonesia, kesadaran akan pentingnya Montessori Play mulai berkembang, meskipun
tantangan masih ada, terutama dalam hal aksesibilitas dan pelatihan guru.
Namun, munculnya banyak komunitas Montessori rumahan dan pelatihan daring
memperluas jangkauan pendekatan ini ke berbagai lapisan masyarakat.
Mengingat
cepatnya perkembangan saraf otak anak di lima tahun pertama kehidupan,
Montessori Play menjadi pendekatan yang sangat relevan. Ia tidak hanya membantu
anak “siap sekolah”, tetapi juga membentuk karakter yang kuat, empatik, dan
percaya diri sejak dini.
Kesimpulannya, Montessori Play bukan sekadar tren pendidikan anak usia dini, tetapi fondasi yang dapat membawa perubahan jangka panjang dalam kualitas hidup dan karakter anak. Di tengah dunia yang serba instan dan kompetitif, membiarkan anak “belajar dengan cara mereka sendiri” melalui permainan bermakna justru menjadi langkah revolusioner menuju masa depan yang lebih manusiawi. (WA/Ow)