WARTAALENGKA, Cianjur - Dalam
kehidupan modern yang dipenuhi tekanan sosial, ekspektasi tinggi, dan dinamika
hubungan yang semakin kompleks, memiliki hubungan cinta yang sehat bukan hanya
soal romantisme. Ini soal stabilitas emosional, pertumbuhan bersama, dan
kesejahteraan psikologis. Studi menunjukkan bahwa hubungan romantis yang sehat
berdampak positif terhadap kesehatan mental, produktivitas, bahkan sistem
kekebalan tubuh.
Namun, di balik euforia
cinta, penting bagi individu untuk memahami tanda-tanda hubungan yang sehat
(green flags) dan tidak sehat (red flags) agar tidak terjebak dalam dinamika
yang merugikan.
Cinta
yang Sehat: Fondasi Ilmiah dan Emosional
Menurut
teori Attachment dari psikolog John Bowlby dan Mary Ainsworth, hubungan yang
aman (secure attachment) terbentuk dari interaksi yang konsisten, penuh empati,
dan saling mendukung. Individu dalam hubungan yang sehat umumnya memiliki
kapasitas regulasi emosi yang baik, komunikasi yang jujur, serta rasa aman yang
tinggi terhadap pasangannya.
Sebuah studi dari Harvard
Study of Adult Development—penelitian longitudinal terpanjang dalam sejarah
tentang kebahagiaan—menemukan bahwa kualitas hubungan interpersonal adalah
prediktor utama kebahagiaan dan umur panjang, lebih dari faktor ekonomi atau
prestasi karier.
Green
Flags: Tanda Hubungan Layak Diperjuangkan
“Green
flags” adalah indikator positif dalam hubungan yang menunjukkan adanya potensi
jangka panjang dan kestabilan emosional. Berikut adalah beberapa green flags
utama menurut berbagai studi psikologi relasional:
1.
Komunikasi Terbuka
dan Jujur. Pasangan bisa mendiskusikan perasaan tanpa takut
dihakimi. Perbedaan pandangan diselesaikan lewat dialog, bukan dominasi.
2.
Kepercayaan dan
Transparansi. Tak ada ruang untuk manipulasi atau
kecurigaan tanpa dasar. Pasangan saling memberi ruang dan percaya tanpa harus
mengontrol.
3.
Supportif dalam
Tujuan Pribadi. Pasangan mendukung ambisi dan pertumbuhan
masing-masing. Mereka tidak merasa terancam oleh keberhasilan satu sama lain.
4.
Kesetaraan Emosional
dan Peran. Tidak ada superioritas satu pihak. Tugas, pengambilan
keputusan, dan pengelolaan emosi dilakukan secara setara.
5.
Saling Menghormati Batasan. Baik dalam hal fisik, emosi, maupun waktu pribadi. Pasangan
yang sehat memahami pentingnya “me-time” dan ruang individu.
Red
Flags: Tanda Bahaya dalam Hubungan
Sebaliknya,
“red flags” adalah tanda-tanda peringatan bahwa hubungan tersebut berpotensi
tidak sehat atau bahkan berbahaya. Ini bukan sekadar ‘keburukan kecil’, tapi
sinyal yang perlu disadari sejak awal.
1.
Gaslighting dan
Manipulasi Emosional. Salah satu bentuk kekerasan emosional di
mana seseorang membuat pasangannya meragukan persepsi dan ingatannya sendiri.
Ini dapat merusak kepercayaan diri dan realitas psikologis korban.
2.
Kontrol Berlebihan
dan Cemburu Tidak Rasional. Pasangan yang terus memantau, melarang
interaksi sosial, atau mengontrol penampilan dan aktivitas adalah bentuk
hubungan tidak sehat.
3.
Komunikasi yang Penuh
Kritik dan Sinyal Merendahkan. Menurut Dr. John Gottman
dari Gottman Institute, sinisme, penghinaan (contempt), dan sikap defensif
adalah prediktor kuat perceraian atau keretakan hubungan.
4.
Pelecehan Fisik atau
Verbal. Tidak ada justifikasi untuk kekerasan dalam bentuk apa
pun. Hubungan semacam ini menempatkan korban dalam risiko trauma jangka
panjang.
5.
Ketergantungan
Emosional yang Tak Seimbang. Ketika satu pihak terus bergantung
secara emosional tanpa ruang kemandirian, hubungan dapat menjadi toksik dan
tidak adil.
6.
Tidak Menghargai Batasan atau Privasi. Mengakses ponsel tanpa izin, menuntut informasi
berlebihan, atau tidak mengizinkan waktu pribadi adalah bentuk pelanggaran
privasi dan kontrol yang berbahaya.
Red Flags Bisa Tersamar: Waspadai Fase Bulan Madu
Psikolog
klinis menyebut fase awal hubungan—sering disebut honeymoon phase—sebagai
momen paling rentan untuk mengabaikan red flags. Euforia cinta dapat menyamarkan pola dominasi,
manipulasi, atau kekerasan terselubung.
Studi dari National Domestic Violence Hotline menyebutkan bahwa pelaku kekerasan sering kali
memulai hubungan dengan pesona dan perhatian intensif (love bombing),
lalu beralih menjadi toksik saat korban sudah terikat secara emosional.
Cinta
Sehat Butuh Upaya, Bukan Insting Saja
Memiliki
hubungan yang sehat tidak datang begitu saja. Butuh keterampilan komunikasi,
kesadaran diri, dan kesediaan untuk tumbuh bersama. Terapi pasangan, konseling
pranikah, atau diskusi terbuka dengan mentor emosional bisa sangat membantu
untuk menilai arah hubungan.
Jangan
Buta oleh Cinta, Tapi Belajar Melihat Lebih Jernih
Cinta
memang tak bisa diukur dengan rumus, tapi bisa dikenali lewat tanda. Green
flags memberi harapan, red flags memberi peringatan. Keduanya penting. Hubungan
cinta yang sehat bukanlah yang sempurna, tapi yang saling sadar, saling dukung,
dan saling menjaga dari luka yang tak perlu.
Jika cinta membuatmu berkembang dan merasa aman, itu cinta yang sehat. Jika cinta membuatmu takut dan mengecilkan dirimu sendiri, mungkin itu bukan cinta yang pantas kamu perjuangkan. (WA/Ow)(WA/Ow)