GIBRAN DITUGASKAN KE PAPUA, POLITIKUS PDIP: SUDAH BENAR, MUDAH-MUDAHAN LAMA DI SANA

Sumber Foto: Antara foto/Sulthony Hasanuddin

WARTAALENGKA, Jakarta - Penugasan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk menangani masalah Papua oleh Presiden Prabowo Subianto memunculkan berbagai respons di lingkar politik nasional. Menariknya, dukungan datang dari Fraksi PDI Perjuangan, partai yang selama ini diketahui bersikap kritis terhadap Gibran pasca pencalonannya di Pemilu 2024.

Anggota Komisi II DPR RI, Deddy Yevry Sitorus, menyambut baik keputusan tersebut, bahkan menyarankan agar Gibran “jangan hanya datang-pergi, tetapi lama di sana.”

"Yang paling tepat udah Gibran, udah benar gitu. Mudah-mudahan dia lama di sana, jangan cuma datang pergi, datang pergi," kata Deddy kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Selasa (8/7).

Pernyataan itu sekilas terdengar sebagai bentuk dukungan. Namun jika ditilik dari konteks politik hubungan PDIP dan Gibran, tidak sedikit yang menafsirkan ungkapan “mudah-mudahan lama di sana” sebagai sindiran halus—bahkan bisa dimaknai sebagai keinginan agar Gibran “diparkir jauh” dari pusat kekuasaan.

Di Balik Dukungan, Ada Nada Halus Kritik

Lebih lanjut, Deddy enggan mengaitkan penugasan itu dengan upaya Presiden Prabowo untuk membatasi ruang gerak Gibran di pusat kekuasaan. Namun ia menggarisbawahi bahwa tugas Gibran bukan perkara ringan, terutama dalam mengurus program food estate berskala jutaan hektare hingga isu keamanan dan HAM di Papua.


"Itu kan kerjaan yang besar sekali. Nggak bisa itu hanya sambil lalu, kan nggak mungkin Presiden ngawasin," ujarnya.

Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya kehadiran Wapres di Papua secara konsisten. Tapi di sisi lain, justru mempertegas bahwa tugas itu bisa menguras energi dan fokus Gibran dalam jangka panjang, menjauhkannya dari urusan politik di Jakarta.

Saran Kritis: Pahami Papua Sebelum Bertindak

Deddy juga menyarankan agar Gibran tidak tergesa-gesa. Ia meminta agar sebelum turun ke lapangan, Wapres melakukan pendekatan serius dengan tokoh adat, sejarawan, dan kementerian terkait.


"Tentu dia harus memahami, memanggil dulu tokoh-tokoh Papua. Para sejarawan, sosiolog. Dengan Kementerian Dalam Negeri, kementerian lain yang bersentuhan dengan Papua," kata Deddy.

Meski disampaikan dalam kerangka masukan, pernyataan ini secara implisit menunjukkan keraguan terhadap kesiapan Gibran yang hingga kini belum memiliki rekam jejak konkret dalam isu Papua maupun kebijakan strategis tingkat nasional.

Kontroversi Soal Kantor Wapres di Papua

Sementara itu, wacana Gibran akan berkantor di Papua masih simpang siur. Menko Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra sebelumnya menyatakan kemungkinan Wapres akan bekerja dari Papua secara langsung. Namun Mendagri Tito Karnavian justru membantahnya, menyebut bahwa dalam skema UU Otsus Papua, Wapres hanya berperan sebagai koordinator, bukan pelaksana teknis harian di lapangan.


Sindiran Politik di Balik Penugasan?

Penugasan Gibran ke Papua bisa dibaca dalam dua sisi: pertama, sebagai langkah strategis pemerintah untuk menunjukkan keseriusan dalam menangani ketimpangan di wilayah timur. Tapi di sisi lain, juga dapat dimaknai sebagai pengasingan politis yang elegan—memberi tugas besar, jauh dari pusat, namun tanpa ruang eksposur yang cukup di panggung utama nasional.


Dan dalam politik, kadang sebuah “dukungan” bisa menyimpan nada “pengingkaran” yang halus. (WA)


Lebih baru Lebih lama