ESPRESSO SAMPAI JAPANESE: ILMU DI BALIK SETIAP JENIS KOPI YANG KAMU MINUM

 Sumber Foto: Luden

WARTAALENGKA, Cianjur – Di balik secangkir kopi yang tampak sederhana, tersimpan kombinasi kompleks antara seni, ilmu, dan budaya. Bukan cuma soal rasa, setiap jenis kopi memiliki profil kimiawi, metode ekstraksi, dan efek fisiologis yang berbeda. Dari espresso yang pekat hingga cold brew yang halus, mari telaah ragam jenis kopi dari perspektif ilmiah dan kultural.

Espresso: Si Pekat Nan Ilmiah

Espresso adalah dasar dari banyak varian kopi modern. Dibuat dengan tekanan tinggi (sekitar 9 bar) selama ±25–30 detik, air panas dipaksa melalui bubuk kopi halus.

 

Proses ini mengekstrak senyawa kafein, lipid, dan melanoidin secara cepat, menghasilkan rasa intens dan kandungan antioksidan tinggi. Meskipun volumenya kecil, espresso mengandung kafein tinggi per mililiter, yang berkontribusi terhadap peningkatan fokus dan konsentrasi dalam jangka pendek.

Studi dari Nutrition Journal menunjukkan bahwa espresso juga meningkatkan metabolisme basal, menjadikannya pilihan populer sebelum olahraga.

Americano: Espresso + Sains Air

Americano berasal dari campuran espresso dan air panas. Dilahirkan oleh tentara Amerika saat Perang Dunia II yang menginginkan kopi yang lebih encer seperti di rumah.

 

Dari sisi kimia, penambahan air tidak mengurangi kadar kafein, tapi mengencerkan senyawa seperti asam klorogenat dan lakton yang memberi rasa pahit. Ini membuat Americano lebih ramah lambung, tanpa mengorbankan efek stimulan dari kafein.

Cappuccino vs Latte: Soal Susu dan Proporsinya

Keduanya berbasis espresso dan susu, tapi proporsinya berbeda:

  • Cappuccino: 1/3 espresso + 1/3 steamed milk + 1/3 milk foam
  • Latte: 1/3 espresso + 2/3 steamed milk + tipis milk foam

Dari sisi nutrisi, latte mengandung lebih banyak laktosa dan kalori, sedangkan cappuccino memberikan keseimbangan rasa dan tekstur. Studi dari Journal of Dairy Science menyebutkan bahwa pemanasan susu hingga suhu 60–70°C memaksimalkan rasa manis alami melalui proses denaturasi protein dan pelepasan laktosa.

Cold Brew: Rendah Asam, Tinggi Efek

Cold brew diseduh selama 12–24 jam dalam suhu ruang atau dingin. Proses tanpa panas ini menurunkan ekstraksi asam klorogenat dan menghasilkan pH lebih tinggi dibandingkan espresso atau kopi tubruk.

 

Efeknya? Lebih ramah untuk penderita maag, dan memiliki rasa lebih lembut. Namun, karena waktu seduh lama, cold brew bisa mengandung kafein dua kali lipat lebih tinggi dari kopi biasa. Hati-hati buat peminum sensitif!

Dalgona Coffee: Tren Viral, Tapi Apa Kandungannya?

Terbuat dari campuran instan coffee, gula, dan air panas, dikocok hingga berbusa. Meskipun tampak mewah, kopi instan umumnya mengandung senyawa hasil pemrosesan tinggi seperti acrylamide, yang jika dikonsumsi berlebihan bisa berdampak negatif terhadap sistem saraf.

Namun, dalam jumlah moderat dan dikombinasikan dengan susu rendah gula, dalgona tetap aman dinikmati sesekali.

Kopi Tubruk: Warisan Nusantara Beraroma Sejarah

Diseduh langsung tanpa disaring, kopi tubruk mengandung minyak kopi (cafestol dan kahweol) lebih tinggi, karena tidak melewati filter kertas. Senyawa ini bersifat anti-inflamasi, tapi juga bisa menaikkan kadar kolesterol jika dikonsumsi terlalu sering.

 

Menariknya, kopi tubruk juga membawa keunikan lokal melalui metode penyajian dan biji yang digunakan, menjadikannya bagian penting dari etnobotani dan sejarah kuliner Indonesia.

Japanese Coffee (Flash Brew): Dingin dengan Presisi Jepang

Japanese-style iced coffee, atau dikenal juga sebagai flash brew, menyeduh kopi panas langsung di atas es. Berbeda dengan cold brew, metode ini mengekstrak rasa asam, manis, dan aroma kompleks yang sering hilang dalam seduhan dingin biasa.

 

Dari sudut kimia, air panas mengekstrak senyawa volatil yang memberi aroma khas, sementara es langsung mendinginkan hasil seduhan untuk mempertahankan keutuhan rasa. Hasilnya adalah kopi dingin yang lebih bright dan aromatik, sangat cocok bagi penikmat karakter asli biji kopi.

Flash brew juga lebih rendah kafein daripada cold brew karena waktu kontak air lebih singkat, menjadikannya pilihan menarik bagi pencinta kopi dingin tanpa efek jitter berlebih.

Memilih jenis kopi bukan hanya soal preferensi rasa, tapi juga dampak fisiologis dan kandungan nutrisinya.

Kopi hitam, kopi susu, dingin atau panas—setiap varian punya ilmu di balik seduhannya.

Ingin kopi rendah asam? Pilih cold brew.

Butuh yang kuat dan cepat? Espresso jawabannya.

Cari comfort drink? Latte bisa jadi teman.

Yang terpenting, minumlah kopi dengan moderasi (maks. 400 mg kafein/hari), dan nikmati tidak hanya rasanya, tapi juga cerita dan sains di balik setiap tegukan. (WA/Ow)


Lebih baru Lebih lama