Sumber Foto: Mondly
WARTAALENGKA, Cianjur –
Belajar bahasa asing bukan cuma tentang menghafal kata, tetapi melibatkan
perubahan biologis di otak—mulai dari struktur saraf hingga mekanisme memori
kompleks. Berikut penjelasan lengkapnya.
Neuroplastisitas:
Otak Tetap Bisa Beradaptasi
Neuroplastisitas
merujuk pada kemampuan otak untuk mengubah struktur dan koneksi sarafnya
berdasarkan pengalaman. Studi panjang di jurnal Cortex menunjukkan
bahwa belajar bahasa kedua, bahkan di usia dewasa, memicu perubahan
anatomis—meningkatkan densitas materi abu-abu (grey matter) dan kualitas materi
putih (white matter) di area bahasa seperti korteks parietal inferior dan
anterior cingulate cortex (ACC).
Peneliti juga menemukan pola
bentuk huruf “U terbalik” di hippocampus: volume meningkat saat pembelajaran
intens, kemudian menyesuaikan saat kemampuan mengendap. Ini menandakan bahwa
otak dewasa tetap dinamis, tapi adaptasi jangka panjang menjaga proporsi yang
seimbang.
Peran
Hippocampus dalam Memori Kontekstual & Kosakata
Hippocampus
berfungsi sebagai pusat konsolidasi memori baru—terutama kosakata dan konteks
penggunaannya. Studi dari Frontiers in Human Neuroscience menunjukkan
bahwa pengulangan asosiatif (berdasarkan wajah dan lokasi) mempertahankan
aktivasi hippocampus hingga dalam jangka panjang.
Selain itu, riset
neuroimaging fungsional menemukan perbedaan fungsi wilayah posterior dan
anterior hippocampus saat retrieval practice (uji ingatan):
aktivitas posterior meningkat linear dengan jumlah kali pengingatan awal,
sementara anterior aktif setelah retrieval berulang ratus kali. Artinya, hippocampus memiliki peran ganda—merekam tiap
detail pengalaman dan mengabstraksi makna dari ingatan berulang.
Retrieval Practice: Uji-Memori sebagai Kunci Retensi
Metode retrieval practice mengatakan
bahwa "uji diri sendiri" lebih efektif daripada sekadar membaca
ulang. Fitur biologisnya terlihat jelas:
1.
fMRI
menunjukkan bahwa metode ini mengaktifkan jaringan hippocampus dan cortex
parietal inferior/supramarginal, mendukung ingatan jangka panjang.
2.
Studi pada populasi normal dan penderita gangguan bahasa
(afasia) pun menunjukkan peningkatan performa dan retensi setelah metode
retrieval.
3.
Riset dengan siswa bilingual menguatkan bahwa retrieval
practice untuk kosakata bahasa Prancis membuat pengingatan kata lebih tahan
lama dibanding hanya membaca ulang.
Selain itu, retrieval practice memodifikasi
jaringan saraf—meningkatkan diferensiasi representasi memori di medial
prefrontal cortex dan angular gyrus.
Spaced
Repetition: Menyebar Sesi Belajar
Spaced
repetition, yakni penjadwalan ulang ingatan dalam
interval yang makin lama, terbukti mendukung efektivitas retrieval
practice. Spa cetter efeknya pertama dibuktikan pada tahun 1939, dan saat
ini diterapkan luas dalam aplikasi flashcard seperti Anki.
Kombinasi spaced repetition
dan retrieval practice membantu memindahkan informasi dari hippocampus ke
cortex, mengubah memori jangka pendek menjadi permanen.
Strategi
Berdasarkan Mekanisme Otak
Untuk
memaksimalkan pembelajaran bahasa asing, sebaiknya menggunakan strategi
berikut:
1.
Active
recall: buat pertanyaan dan uji ingatan secara berkala (retrieval practice).
2.
Spaced
repetition: jadwal pengulangan di interval yang semakin panjang.
3. Multisensory
learning: praktikkan membaca, dengar, tulis, dan bicara untuk memperkuat jalur
saraf.
4. Contextual
encoding: belajar dalam konteks nyata (percakapan, situasional) untuk
memanfaatkan encoding specificity.
5. Monitor dan adaptasi: pantau retensi, tingkatkan jumlah
retrieval dan jarak sesi belajar secara rasional.
Belajar bahasa asing adalah simbiosis antara potensi
otak—neuroplastisitas dan struktur hippocampus—dan teknik belajar adaptif
seperti spaced retrieval. Dengan memanfaatkan metode berbasis bukti ini, otak
bukan saja merekam kosakata, tetapi juga mengembangkan kemampuan memahami
makna, meresapi konteks, dan menggunakan bahasa secara natural.
Jadi, belajar bahasa bukan
hanya soal mengingat; ini soal mengubah otak—membangun. (WA/Ow)