20,9 PERSEN REMAJA INDONESIA ALAMI FATHERLESS, BKKBN: INI ANCAMAN SERIUS BAGI MASA DEPAN BANGSA

Sumber Foto: Golkarpedia

WARTAALENGKA, Cianjur - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkap data mencemaskan: sebanyak 20,9 persen remaja Indonesia mengalami kehilangan sosok ayah dalam kehidupan mereka. Bukan karena kematian, melainkan karena ketidakhadiran ayah secara emosional maupun fungsional dalam keluarga.

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, menyampaikan bahwa fenomena ini telah dikategorikan sebagai kondisi “fatherless country” atau negara tanpa ayah. Artinya, ada jutaan anak yang tumbuh tanpa peran ayah yang aktif dalam pengasuhan, pendidikan, dan kehidupan emosional mereka.

“Ini bukan sekadar kehilangan fisik, tapi kehilangan peran. Ayah yang ada tapi tak terlibat, sibuk bekerja, cuek, atau tidak hadir secara emosional, itu sama bahayanya,” tegas Hasto dalam keterangan persnya, Senin (14/7/2025).

Data ini diperoleh dari hasil survei BKKBN terhadap berbagai indikator relasi keluarga dan pengasuhan anak. Menurut Hasto, dampak dari ketidakhadiran ayah sangat nyata—mulai dari meningkatnya risiko depresi pada remaja, kenakalan remaja, hingga lemahnya ketahanan moral dan sosial anak.

“Peran ayah sangat penting, tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh ibu. Keterlibatan aktif ayah dalam pola asuh terbukti meningkatkan kepercayaan diri anak, prestasi akademik, serta menurunkan risiko perilaku menyimpang,” tambahnya.

Hasto menyebut sejumlah penyebab kondisi ini, antara lain sistem kerja yang tidak ramah keluarga, minimnya edukasi tentang peran ayah dalam keluarga, serta pengaruh budaya patriarki yang menjauhkan laki-laki dari peran pengasuhan.

“Kita harus akui, banyak ayah yang tidak diberi ruang dan dorongan untuk terlibat aktif. Bahkan masih ada anggapan bahwa urusan anak itu tugas ibu semata,” ucap Hasto.

Fenomena fatherless juga kian diperparah oleh meningkatnya angka perceraian, terutama pada pasangan usia muda. Tak sedikit anak yang akhirnya dibesarkan dalam keluarga single parent tanpa kontak atau dukungan dari pihak ayah.

Menanggapi situasi ini, BKKBN mendesak agar penguatan peran ayah dimasukkan dalam program pembangunan keluarga nasional. Edukasi pernikahan, cuti ayah saat kelahiran anak, hingga kampanye media tentang pentingnya peran ayah disebut sebagai langkah yang harus segera diimplementasikan.

“Kalau kita ingin mencetak generasi emas 2045, maka kita harus mulai dari keluarga hari ini. Kita tidak bisa membiarkan 1 dari 5 anak tumbuh tanpa ayah,” tutup Hasto.

Fenomena ini menjadi alarm serius bagi pemerintah, masyarakat, dan para orang tua. Jika dibiarkan, kondisi fatherless bisa menjadi bom waktu sosial yang memengaruhi stabilitas dan kualitas sumber daya manusia di masa depan. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama