12 KEDUBES INDONESIA KOSONG: DIPLOMASI MACET DI NEGERI ORANG?

 

Sumber Foto: Panji Nasional

WARTAALENGKA, Cianjur - Kondisi diplomasi Indonesia tengah menjadi sorotan setelah terungkap bahwa 12 Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di berbagai negara penting saat ini tidak memiliki duta besar. Negara-negara tersebut bukan sekadar negara biasa, melainkan mitra strategis seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jerman, Rusia, hingga India. Situasi ini memunculkan pertanyaan besar: apakah diplomasi Indonesia sedang kehilangan arah?

Ketiadaan duta besar di negara-negara besar tersebut bukan hanya persoalan administratif, tetapi menyentuh jantung hubungan luar negeri Indonesia. Duta besar bukan sekadar simbol negara, tapi ujung tombak dalam membangun, menjembatani, dan menjaga kepentingan nasional di mata dunia. Ketika pos ini dibiarkan kosong, maka komunikasi bilateral pun bisa menjadi lambat, bahkan stagnan.

Kekosongan ini telah berlangsung cukup lama di beberapa pos. Di Washington DC, kursi Duta Besar Indonesia kosong sejak Desember 2023. Hal serupa terjadi di Beijing dan Moskow, dua pusat geopolitik global yang mestinya menjadi perhatian khusus bagi Indonesia. Bahkan, beberapa negara yang sedang intensif menjalin kerja sama ekonomi dan investasi dengan Indonesia seperti India dan Arab Saudi pun belum memiliki dubes definitif.

Fenomena ini menimbulkan keresahan di kalangan diplomat dan pengamat hubungan internasional. Mereka menyebutkan bahwa kekosongan tersebut berpotensi menghambat percepatan kerja sama ekonomi, diplomasi budaya, dan perlindungan terhadap WNI di luar negeri. Dalam diplomasi modern, kehadiran dubes sangat menentukan efektivitas lobi, promosi investasi, hingga penanganan konflik bilateral.

Kementerian Luar Negeri belum memberikan penjelasan detail mengapa penempatan dubes terkesan lambat. Beberapa sumber menyebutkan bahwa proses seleksi duta besar memang panjang dan harus melalui persetujuan presiden serta uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Namun, pertanyaan besarnya adalah: mengapa pengisian pos strategis ini tidak dijadikan prioritas?

DPR pun mulai mendesak pemerintah agar segera mengisi kekosongan tersebut. Beberapa anggota Komisi I menyatakan keprihatinan dan menilai pemerintah terlihat abai terhadap dinamika global yang sedang bergerak cepat. “Kita tidak bisa pasif di tengah persaingan geopolitik yang semakin tajam. Indonesia harus punya representasi kuat,” ujar salah satu anggota dewan.

Lebih dari sekadar diplomasi, kehadiran dubes juga penting untuk penguatan soft power Indonesia di luar negeri. Dari pendidikan, budaya, hingga diaspora Indonesia, semuanya memerlukan dukungan aktif dari duta besar agar potensi Indonesia dapat dikenal dan diakui dunia.

Apalagi, dalam waktu dekat, Indonesia akan terlibat dalam beberapa forum internasional penting seperti G20 dan ASEAN Summit. Absennya dubes di sejumlah negara dapat mengurangi pengaruh Indonesia di panggung global dan memperlemah posisi negosiasi dalam isu-isu strategis.

Jika pemerintah tidak segera bertindak, kekosongan ini bisa dianggap sebagai kelengahan diplomatik yang mahal. Dalam dunia hubungan internasional, keterlambatan bisa ditafsirkan sebagai ketidakseriusan. Dan dalam dunia yang semakin kompetitif, reputasi adalah aset yang tak boleh dikorbankan.

Kini publik menanti langkah cepat Presiden Prabowo Subianto dalam menetapkan nama-nama duta besar yang kredibel dan mampu merepresentasikan kepentingan Indonesia secara maksimal. Politik luar negeri yang bebas dan aktif harus diimbangi dengan struktur diplomasi yang solid dan aktif pula.

Tanpa duta besar, diplomasi Indonesia akan kehilangan suaranya. Pertanyaannya: berapa lama kita akan membiarkan suara itu menghilang di tengah percaturan global?. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama