KPK RESMI BUKA PENYIDIKAN DUGAAN GRATIFIKASI DALAM PROYEK PENGADAAN DI MPR

 

Sumber Foto: Voi

WARTAALENGKA, Cianjur - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan telah membuka penyidikan baru terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk gratifikasi yang berkaitan dengan proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI).

Pengusutan ini dimulai setelah KPK menemukan bukti permulaan yang cukup dalam proses penyelidikan awal. Plt. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan bahwa pihaknya kini telah meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan. Meski demikian, hingga saat ini KPK belum mengungkapkan secara rinci siapa saja pihak-pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Kami pastikan proses penyidikan telah berjalan dan dilakukan sesuai prosedur. Identitas para pihak yang ditetapkan sebagai tersangka akan diumumkan setelah alat bukti dianggap cukup dan proses penyidikan dinyatakan matang," ujar Tessa kepada wartawan, Kamis (20/6/2025).

Tessa menambahkan bahwa keterbukaan informasi publik tetap dijunjung tinggi, namun KPK juga harus mempertimbangkan strategi penyidikan dan perlindungan terhadap alat bukti serta para saksi yang sedang diperiksa.

Kasus ini diduga melibatkan praktik gratifikasi yang terjadi dalam proses pengadaan di lingkungan MPR RI. Gratifikasi yang dimaksud mengacu pada penerimaan hadiah, uang, atau fasilitas oleh pejabat negara yang terkait dengan jabatan mereka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

KPK mengungkapkan bahwa sejumlah pihak telah dimintai keterangan dalam tahap penyelidikan sebelumnya, termasuk pejabat di lingkungan sekretariat MPR RI, serta beberapa pihak swasta yang diduga menjadi rekanan dalam proyek pengadaan.

Dugaan gratifikasi ini mencuat dari hasil audit internal dan laporan pengaduan masyarakat yang diterima KPK beberapa waktu lalu. Sumber menyebutkan bahwa proyek pengadaan dimaksud mencakup pengadaan perangkat teknologi, sistem informasi, hingga peralatan penunjang kegiatan kelembagaan.

Merespons perkembangan ini, Sekretariat Jenderal MPR RI menyatakan siap mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan. Dalam keterangan tertulis, pihak MPR menyebutkan akan membuka akses data dan informasi yang diperlukan oleh penyidik KPK serta menjamin bahwa seluruh jajarannya akan kooperatif.

“Kami menghormati dan mendukung upaya penegakan hukum oleh KPK. Jika memang ada pelanggaran, biarlah diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar seorang pejabat MPR yang enggan disebutkan namanya.

Sejumlah pengamat menyatakan bahwa penyidikan ini menjadi perhatian publik karena menyangkut lembaga tinggi negara yang seharusnya menjadi teladan dalam integritas. Mereka juga menilai KPK perlu segera membuka identitas para tersangka guna menghindari spekulasi liar dan menjaga akuntabilitas proses hukum.

Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter, menyatakan bahwa keterlibatan lembaga tinggi seperti MPR dalam kasus dugaan korupsi bisa merusak kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi. Ia mendorong agar penyidikan dilakukan secara transparan dan tuntas.

“Kita ingin melihat bahwa proses ini tidak berhenti pada penyelidikan semata, tetapi juga dilanjutkan dengan penindakan yang tegas dan terbuka. Jika dibiarkan mengambang, publik bisa makin skeptis terhadap komitmen pemberantasan korupsi,” kata Lalola.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI dari fraksi oposisi mendesak agar pengawasan terhadap penggunaan anggaran lembaga tinggi negara diperketat. Ia menyebut perlu adanya reformasi dalam sistem pengadaan barang dan jasa di lembaga legislatif agar lebih akuntabel dan bebas dari praktik-praktik transaksional.

KPK menyatakan akan terus mendalami kasus ini dengan memanggil sejumlah saksi tambahan dan menelusuri aliran dana yang mencurigakan. Penyidik juga disebut telah menyita beberapa dokumen penting yang berkaitan dengan proyek pengadaan yang dimaksud.

Dengan dibukanya penyidikan ini, publik kini menunggu langkah lanjutan dari KPK, termasuk pengumuman resmi tersangka dan rencana pemeriksaan terhadap pejabat tinggi yang mungkin terlibat.

Jika terbukti, para pelaku dapat dijerat dengan pasal gratifikasi dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang ancamannya mencapai 20 tahun penjara.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan terhadap penggunaan dana publik harus dilakukan secara ketat, tidak hanya di kementerian dan daerah, tetapi juga di lingkungan lembaga legislatif tingkat pusat.

KPK mengimbau masyarakat untuk terus berperan aktif dengan memberikan informasi apabila mengetahui adanya penyimpangan terkait proyek pengadaan di lembaga negara. Laporan dapat disampaikan melalui layanan pengaduan resmi KPK, baik secara daring maupun luring.

“Korupsi hanya bisa diberantas jika semua pihak berani bersuara dan tidak diam,” tutup Tessa. (WA/Ow)


Lebih baru Lebih lama