AMERIKA SERIKAT BOM TIGA SITUS NUKLIR IRAN, KETEGANGAN GLOBAL MENINGKAT

 

Sumber Foto: Kompas

WARTAALENGKA, Cianjur - Dunia kembali menghadapi krisis geopolitik yang mengkhawatirkan. Amerika Serikat melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap tiga situs pengayaan nuklir di Iran pada Sabtu (22/6), sebagai bagian dari eskalasi terbaru konflik di Timur Tengah. Serangan ini langsung memicu kecaman keras dari Iran dan memicu kekhawatiran akan reaksi lanjutan dari sekutu-sekutu Teheran seperti Rusia, Tiongkok, dan Korea Utara.

Menurut laporan resmi, serangan dilakukan menggunakan enam bom jenis bunker buster serta lebih dari 30 rudal Tomahawk yang diluncurkan dari kapal perang dan pesawat tempur AS. Ketiga lokasi yang menjadi sasaran disebut sebagai fasilitas pengayaan uranium yang diduga aktif mendukung pengembangan nuklir Iran.

Pentagon menyebut serangan ini sebagai “tindakan defensif yang diperlukan” guna mencegah ancaman lebih lanjut dari Iran, yang beberapa pekan terakhir dituduh meningkatkan produksi bahan fisil yang berpotensi digunakan untuk senjata nuklir.

Tak lama setelah serangan, Iran langsung merespons dengan keras. Pemerintah Teheran menyebut tindakan AS sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan kedaulatan negara. Kementerian Luar Negeri Iran bahkan menyatakan bahwa “seluruh personel militer AS di wilayah manapun kini sah menjadi target serangan.”

Sebagai balasan awal, Iran meluncurkan sejumlah serangan rudal ke arah posisi-posisi militer Israel di perbatasan, sebagai bagian dari solidaritas regional. Serangan ini menyebabkan sedikitnya 86 orang terluka, sebagian besar dari kalangan sipil dan militer. Pemerintah Israel menyatakan sedang bersiap menghadapi kemungkinan pembalasan lanjutan.

Di sisi lain, sejumlah pengamat internasional menilai bahwa langkah militer AS bisa memicu ketegangan berantai yang melibatkan kekuatan besar dunia. Rusia melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri menyatakan keprihatinan mendalam dan memperingatkan bahwa serangan terhadap Iran dapat mengancam stabilitas global secara keseluruhan. Tiongkok dan Korea Utara juga dilaporkan sedang memantau situasi dan kemungkinan akan merespons bila konflik semakin membesar.

BBC melaporkan bahwa fasilitas nuklir yang dibombardir termasuk Natanz, Fordow, dan Arak—tiga lokasi yang selama ini diawasi ketat oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Hingga kini belum ada konfirmasi pasti mengenai tingkat kerusakan fasilitas tersebut, namun Iran menyebut sebagian besar infrastruktur penting masih bisa diselamatkan.

PBB mendesak semua pihak untuk menahan diri dan menghindari eskalasi lebih lanjut. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyatakan bahwa dialog diplomatik tetap menjadi satu-satunya jalan untuk menyelesaikan konflik nuklir Iran yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.

Dalam pernyataan pers, Gedung Putih menegaskan bahwa serangan ini tidak ditujukan untuk memulai perang baru, melainkan untuk “mengirim pesan bahwa pelanggaran terhadap perjanjian internasional tidak akan ditoleransi.”

Sementara itu, masyarakat internasional terpecah dalam menanggapi langkah AS. Uni Eropa menyatakan keprihatinan dan menyerukan investigasi independen terhadap legalitas serangan tersebut, sedangkan sekutu tradisional AS seperti Inggris dan Australia memberikan dukungan “terbatas dan bersyarat”.

Situasi ini dinilai sebagai titik kritis baru dalam politik global, mengingat posisi Iran dalam peta energi dunia dan kedekatannya dengan negara-negara strategis di Asia. Beberapa analis juga menyoroti dampaknya terhadap harga minyak dunia dan keamanan jalur pelayaran di Selat Hormuz.

Ketegangan ini terjadi di tengah meningkatnya sentimen anti-AS di kawasan Timur Tengah, terutama setelah konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina. Banyak pihak menilai bahwa agresi militer justru dapat memperparah ketidakstabilan regional.

Dewan Keamanan PBB dijadwalkan mengadakan sidang darurat dalam beberapa hari ke depan untuk membahas perkembangan ini dan kemungkinan respons kolektif internasional.

Dengan dunia yang berada di ambang krisis besar, pertanyaan kini mengemuka: apakah ini akan menjadi awal dari konfrontasi global baru, atau masih ada ruang untuk menyelamatkan perdamaian melalui diplomasi? (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama