WARTAALENGKA, Cianjur - Tangerang Selatan tengah diguncang
isu besar. Sebuah organisasi masyarakat (ormas) bernama Gerakan Rakyat
Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya diduga menduduki lahan milik negara yang dikelola
oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Lahan yang menjadi sengketa ini
terletak di Kelurahan Pondok Betung, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan,
dengan luas mencapai 127.780 meter persegi atau sekitar 12 hektare.
BMKG menyebutkan bahwa mereka telah
merencanakan pembangunan Gedung Arsip Nasional dan sarana lainnya di area
tersebut sejak 2023. Namun, proyek itu terhambat akibat adanya pendudukan oleh
pihak yang mengaku sebagai bagian dari GRIB Jaya.
Organisasi tersebut diduga memasuki
kawasan itu secara ilegal. Bahkan, mereka membangun pos komando di dalam area
dan memasang papan nama dengan klaim sebagai ahli waris atas tanah tersebut.
Tak hanya itu, berdasarkan laporan
yang diterima BMKG, pihak ormas meminta tebusan hingga Rp5 miliar agar bersedia
menarik massa dari lokasi tersebut.
Menanggapi situasi ini, BMKG
melaporkan GRIB Jaya ke Polda Metro Jaya pada 3 Februari 2025. Laporan tersebut
terdaftar dengan nomor LP/B/746/II/2025/SPKT/Polda Metro Jaya.
Dalam laporan tersebut, BMKG menuding
enam orang dari GRIB Jaya telah melakukan pelanggaran hukum, termasuk masuk
pekarangan tanpa izin, penggelapan hak atas benda tidak bergerak, dan perusakan
secara bersama-sama.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja
Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, menegaskan bahwa lahan itu sepenuhnya sah
milik negara dan telah melalui proses administrasi hukum yang sah sejak 1993.
Taufan menyebut bahwa BMKG telah
mengantongi bukti kuat kepemilikan berupa Surat Keputusan Bersama 3 Menteri
serta dokumen pengelolaan dari Kementerian Keuangan.
“BMKG memiliki surat keputusan
pengelolaan barang milik negara dari Kemenkeu. Jadi ini bukan sekadar klaim
kosong,” jelasnya kepada media.
Kasus ini lantas mendapat perhatian
luas, termasuk dari anggota legislatif. Ahmad Irawan, Anggota Komisi II DPR RI,
menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah menghadapi praktik semacam ini.
Menurutnya, aparat harus bergerak
cepat untuk menegakkan hukum agar lahan negara tidak seenaknya diklaim oleh
kelompok-kelompok tertentu.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid turut
menanggapi dan menyayangkan sikap oknum ormas yang diduga menggunakan cara
premanisme untuk menguasai tanah negara.
Ia meminta kepolisian menyelesaikan
perkara ini secara transparan dan adil, serta memberikan perlindungan kepada
lembaga negara yang menjadi korban.
Di sisi lain, pihak GRIB Jaya
membantah tudingan yang dialamatkan kepada mereka. Mereka mengklaim bahwa
mereka hanya membantu masyarakat yang merasa memiliki hak waris atas lahan
tersebut.
Namun, publik sulit menerima
penjelasan tersebut mengingat aksi mereka menghambat proyek negara dan meminta
sejumlah uang sebagai syarat untuk meninggalkan lokasi.
Di media sosial, aksi GRIB Jaya ini
memicu kecaman. Warganet menilai aksi mereka sebagai bentuk “premanisme
berkedok ormas” yang makin menggila.
Aktivis sosial Murtadha bahkan
menyebut kasus ini sebagai contoh nyata lemahnya penegakan hukum terhadap oknum
yang berlindung di balik nama organisasi.
Sejauh ini, Polda Metro Jaya masih
menyelidiki laporan BMKG dan mengumpulkan bukti serta keterangan saksi-saksi di
lapangan.
Polisi juga disebut akan memanggil
para terlapor dari GRIB Jaya untuk dimintai keterangan dalam waktu dekat
sebagai bagian dari proses hukum yang berjalan.
BMKG berharap kasus ini dapat segera
ditangani dengan tegas agar pembangunan Gedung Arsip Nasional dapat dilanjutkan
sesuai rencana dan lahan negara tidak lagi dikuasai secara sepihak. (WA/Ow)