Dari Miskin Menuju Kaya: Tujuh Sikap Batin Yang Diam-Diam Mengantarkan Pada Kekayaan

Sumber Foto: diunduh dari pexels.com/Tima Miroshnicenko

WARTAALENGKA, Jakarta - Perjalanan seseorang dari hidup serba kekurangan hingga akhirnya bisa mapan secara finansial hampir tidak pernah terjadi dalam satu lompatan singkat. Di balik cerita sukses itu biasanya ada masa kecil yang penuh keterbatasan, rasa cemas soal uang, dan situasi yang memaksa mereka cepat dewasa. Dari pengalaman seperti itulah muncul pola pikir dan kebiasaan emosional yang justru menjadi modal besar ketika kondisi ekonomi membaik.

Orang yang tumbuh di keluarga miskin sering membawa “jejak batin” tertentu saat mereka berhasil, baik disadari maupun tidak. Mereka lebih berhitung sebelum bertindak, lebih waspada terhadap risiko, sekaligus punya daya tahan yang tidak dimiliki banyak orang yang hidupnya relatif aman sejak kecil. Bukan karena mereka lebih hebat, tetapi karena hidup memaksa mereka belajar hal yang sama sekali tidak diajarkan di sekolah.

Sejumlah kajian yang dirangkum antara lain oleh Small Business Bonfire menunjukkan ada pola yang berulang pada orang yang tumbuh dari kemiskinan lalu naik kelas secara finansial. Bukan hanya soal kerja keras dan jam lembur, melainkan tujuh kebiasaan emosional yang pelan pelan membentuk karakter mereka.

1.     1. Hidup Hemat Dan Paham Nilai Uang

Sejak kecil mereka terbiasa melihat orang tua menawar, menunda belanja, atau memilih kebutuhan yang paling mendesak. Dari situ mereka belajar bahwa uang bukan sekadar angka di rekening, tetapi hasil dari banyak pengorbanan.

Begitu penghasilan meningkat, pola hemat ini tidak langsung hilang. Mereka tetap cenderung membuat catatan pengeluaran, memisahkan kebutuhan dengan keinginan, membandingkan harga, dan menghindari pengeluaran yang hanya demi gengsi. Bagi mereka, mengendalikan uang jauh lebih penting daripada sekadar terlihat mampu. Prinsipnya sederhana, uang harus dipakai dengan sadar, bukan sekadar lewat di tangan.

2.     2. Punya Ketahanan Mental Saat Hidup Tidak Ramah

Masa kecil yang penuh keterbatasan melatih mereka menghadapi penolakan, kekhawatiran, bahkan rasa malu. Pelan pelan mereka belajar bertahan, mencari jalan lain, dan tetap bergerak meski keadaan tidak mendukung.

Saat dewasa dan masuk dunia kerja atau bisnis, kebiasaan ini berubah menjadi ketahanan mental. Saat menghadapi masalah, mereka bisa tetap tenang lebih lama. Kegagalan tidak langsung membuat mereka berhenti, karena dalam pengalaman mereka, hidup memang jarang berjalan mulus.

Ketika orang lain ambruk setelah satu dua masalah, mereka sudah terbiasa jatuh bangun berkali kali.

3.     3. Lebih Mudah Bersyukur Pada Hal Hal Kecil

Orang yang pernah merasakan sangat sulit membeli sesuatu yang sederhana cenderung lebih menghargai kemajuan kecil dalam hidup. Pindah dari kontrakan sempit ke rumah sederhana, bisa makan lebih layak, atau punya tabungan darurat sedikit saja sudah terasa sebagai pencapaian besar.

Rasa syukur seperti ini membuat mereka lebih hati hati mengambil keputusan. Mereka tidak mudah mengorbankan stabilitas demi kesenangan sesaat. Syukur juga menahan mereka dari sikap sombong ketika sudah berhasil, karena mereka ingat betul bagaimana rasanya berada di posisi yang serba kurang.

4.     4. Cepat Beradaptasi Saat Keadaan Berubah

Keluarga yang ekonominya tidak stabil sering dipaksa pindah tempat tinggal, berganti pekerjaan, atau mengubah rencana dengan sangat mendadak. Anak yang tumbuh dalam situasi seperti ini mau tidak mau belajar beradaptasi.

Ketika dewasa, mereka cenderung lebih luwes menghadapi perubahan. Ganti atasan, ganti bidang kerja, pindah kota, sampai banting setir usaha, lebih mudah mereka terima. Alih alih sibuk mengeluh, mereka lebih fokus mencari cara agar tetap bisa hidup layak dalam kondisi baru.

5.     5. Tetap Rendah Hati Meski Sudah Berhasil

Pengalaman hidup susah menjadi pengingat bahwa status sosial bisa berubah sewaktu waktu. Hari ini mapan, besok bisa terkena musibah. Kesadaran ini membuat banyak orang yang sukses dari nol cenderung tidak merasa perlu menunjukkan kekayaan secara berlebihan.

Mereka paham bahwa harta hanya satu bagian dari hidup. Kerendahan hati ini bukan pose, tetapi lahir dari pengalaman pribadi melihat orang yang dulunya berada lalu jatuh, atau sebaliknya. Sikap seperti ini memudahkan mereka membangun relasi yang sehat, baik dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi.

6.     6. Empati Yang Tinggi Pada Orang Lain

Pernah berada di posisi serba kekurangan membuat mereka paham betul rasanya tidak punya pilihan, tidak dianggap, atau tidak didengar. Karena itu, ketika sudah berada di posisi lebih baik, banyak di antara mereka yang justru ingin membantu orang lain agar tidak mengalami kesulitan yang sama.

Empati ini terlihat dari cara mereka memperlakukan orang di sekitar, memperhatikan karyawan, membantu keluarga, atau memberi kesempatan kerja bagi orang yang baru mulai. Untuk mereka, membantu orang lain bukan sekadar amal, tetapi bagian dari rasa tanggung jawab moral.

7.     7. Kegigihan Yang Tidak Mudah Patah

Kegigihan adalah benang merah yang hampir selalu ada. Sejak kecil mereka sudah terbiasa mencoba berbagai cara, mengumpulkan sedikit demi sedikit, menunggu lebih lama dari orang lain, lalu mengulang lagi ketika gagal.

Di usia dewasa, kebiasaan ini berubah menjadi kemampuan bergerak terus walau kondisi belum ideal. Mereka rela belajar hal baru, mengubah strategi, dan terus mencoba walau peluang terlihat kecil. Bagi mereka, berhenti berusaha justru lebih menakutkan daripada gagal.

Perjalanan dari miskin menjadi mapan tidak hanya soal naiknya jumlah penghasilan, tetapi juga soal terbentuknya cara berpikir dan cara merasakan. Tujuh kebiasaan emosional ini membuat seseorang lebih siap menghadapi naik turunnya hidup, bukan hanya mengejar angka di rekening.

Kabar baiknya, kebiasaan ini tidak eksklusif milik mereka yang tumbuh dalam kemiskinan. Siapa saja bisa mulai belajar hidup lebih hemat, melatih ketahanan mental, memperbanyak syukur, menjadi lebih adaptif, menjaga kerendahan hati, menumbuhkan empati, dan mengasah kegigihan.

Pada akhirnya, yang membedakan bukan sekadar dari mana seseorang memulai, tetapi bagaimana ia mengubah pengalaman hidup menjadi karakter yang lebih kuat dan dewasa. (WA)

Lebih baru Lebih lama