![]() |
Sumber Foto: CNN Indonesia |
WARTAALENGKA,
Cianjur – Dalam kehidupan sehari-hari, makanan adalah sumber energi
utama bagi tubuh. Namun, tahukah Anda bahwa cara mengolah makanan dapat
menentukan apakah gizi di dalamnya tetap utuh atau justru hilang?
Berdasarkan
kajian ilmiah dari World Health Organization (WHO, 2023) dan Harvard
School of Public Health (2022), sekitar 40% kandungan gizi alami makanan
dapat hilang akibat proses pengolahan yang salah — seperti suhu terlalu tinggi,
penggunaan minyak berulang, atau waktu masak yang terlalu lama.
Artinya,
makanan yang tampak sehat belum tentu benar-benar sehat jika cara pengolahannya
tidak tepat.
Pentingnya
Cara Masak yang Tepat bagi Kesehatan
Proses
pengolahan makanan bertujuan untuk membuat makanan lebih mudah dicerna, lebih
lezat, dan lebih aman dari mikroba.
Namun, proses tersebut juga bisa mengubah struktur kimia zat gizi seperti
protein, vitamin, dan mineral.
Misalnya,
sayuran hijau yang direbus terlalu lama dapat kehilangan hingga 60% vitamin C
dan folatnya, seperti ditunjukkan dalam penelitian oleh Food Chemistry
Journal (2021).
Sebaliknya,
pengolahan yang benar justru bisa meningkatkan bioavailabilitas nutrisi — yaitu
kemampuan tubuh menyerap zat gizi. Contohnya, wortel yang dikukus akan
melepaskan lebih banyak beta-karoten (provitamin A) dibandingkan yang dimakan
mentah.
Suhu
Memasak dan Dampaknya pada Zat Gizi
Metode
Memasak |
Suhu
Rata-rata |
Dampak
Terhadap Nutrisi |
Rebus
(boiling) |
100°C |
Bisa
melarutkan vitamin larut air seperti B dan C, sebaiknya gunakan sedikit air |
Kukus
(steaming) |
90–100°C |
Paling
aman untuk menjaga gizi, cocok untuk sayur dan ikan |
Tumis
cepat (stir-fry) |
150–180°C |
Menjaga
rasa dan tekstur, tetap perhatikan jenis minyak |
Panggang
(bake/grill) |
180–250°C |
Bisa
mengurangi lemak, tapi waspadai senyawa akrilamida |
Goreng
(deep-fry) |
170–190°C |
Berisiko
merusak asam lemak dan menghasilkan radikal bebas jika minyak dipakai
berulang |
Riset
American Journal of Clinical Nutrition (2020) menjelaskan bahwa minyak
goreng yang digunakan lebih dari tiga kali dapat menghasilkan senyawa aldehida
dan akrilamida, yang bersifat karsinogenik (pemicu kanker).
Teknik
Pengolahan yang Disarankan Secara Ilmiah
Untuk
menjaga keseimbangan antara rasa dan gizi, para ahli gizi merekomendasikan
beberapa metode berikut:
- Mengukus dan menumis cepat (stir-fry)
adalah cara terbaik mempertahankan vitamin dan antioksidan.
- Merebus sebentar (blanching) cocok untuk
sayuran hijau agar tetap segar dan kaya nutrisi.
- Memanggang dengan suhu sedang (180°C)
lebih baik dibandingkan suhu tinggi yang bisa memicu pembentukan senyawa
berbahaya.
- Hindari membakar langsung di atas api,
karena dapat menghasilkan senyawa PAH (polycyclic aromatic hydrocarbons)
yang bersifat toksik bagi sel tubuh.
Mengolah
Protein Hewani dengan Aman
Daging,
ikan, dan telur adalah sumber protein penting, namun juga bahan yang mudah
terkontaminasi bakteri seperti Salmonella dan E. coli.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 2022), memasak daging
pada suhu minimal 70°C bagian dalamnya dapat mematikan sebagian besar bakteri
patogen.
Selain
itu, perlu diperhatikan:
- Jangan mencuci ayam mentah di wastafel,
karena cipratan air bisa menyebarkan bakteri ke permukaan lain.
- Gunakan talenan dan pisau terpisah
antara bahan mentah dan matang.
- Simpan daging di bawah suhu 5°C dalam
kulkas jika tidak langsung dimasak.
Cara
Mengolah Sayur dan Buah Agar Tidak Kehilangan Gizi
Sayur
dan buah adalah sumber utama vitamin, mineral, dan serat. Namun, kesalahan
kecil dalam cara mengolahnya bisa membuat kandungan gizinya turun drastis.
Tips
ilmiah dari Journal of Food Science (2023):
- Potong sayur setelah dicuci, bukan
sebelumnya, agar vitamin tidak larut dalam air.
- Hindari merendam sayuran terlalu lama.
- Gunakan air sisa rebusan sayur sebagai
kaldu untuk menjaga zat gizi larut air.
- Konsumsi buah segera setelah dipotong,
karena paparan udara bisa mengoksidasi vitamin C.
Hubungan
Antara Pengolahan Makanan dan Kesehatan Jangka Panjang
Penelitian
longitudinal oleh The Lancet Public Health (2022) menunjukkan bahwa
orang yang sering mengonsumsi ultra-processed foods (UPF) memiliki risiko penyakit
metabolik 31% lebih tinggi, termasuk obesitas, diabetes tipe 2, dan gangguan
jantung.
Sebaliknya,
pola makan berbasis makanan alami yang diolah dengan benar mampu meningkatkan fungsi
kognitif dan imunitas tubuh.
Cara
mengolah makanan bukan sekadar urusan dapur, tapi bagian penting dari ilmu gizi
dan kesehatan masyarakat.
Makanan
yang dimasak dengan benar mampu menjaga keseimbangan nutrisi, menekan risiko
penyakit kronis, dan mendukung metabolisme tubuh.
Gunakan teknik kukus, rebus, tumis cepat, dan panggang suhu sedang sebagai
pilihan utama — hindari minyak berulang dan pembakaran langsung.
Dengan
memahami sains di balik proses memasak, kita tidak hanya belajar “bagaimana
membuat makanan enak,” tetapi juga “bagaimana menjaga tubuh tetap
sehat.”
Karena pada akhirnya, kesehatan dimulai dari piring yang benar — dan dapur yang
cerdas. (WA/Ow)