Pedas di Lidah, Pedih di Tubuh? Menyingkap Fakta Medis di Balik Konsumsi Cabai

Sumber Foto: Kompas

WARTAALENGKA, Cianjur – Cabai (Capsicum spp.) merupakan salah satu bumbu utama dalam berbagai masakan di dunia, terutama di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Sensasi pedas cabai berasal dari senyawa aktif bernama capsaicin, yang bekerja dengan menstimulasi reseptor nyeri di lidah dan saluran pencernaan, sehingga menimbulkan rasa panas. Walaupun sering dianggap sekadar pemicu sensasi pedas, capsaicin sebenarnya memiliki dampak biologis yang luas, baik positif maupun negatif, terhadap kesehatan manusia.

Dari sisi manfaat, capsaicin terbukti memiliki efek analgesik dan antiinflamasi. Riset dalam Journal of Clinical Oncology (2019) menunjukkan bahwa capsaicin mampu menghambat jalur inflamasi tertentu, sehingga bermanfaat dalam terapi nyeri kronis. Selain itu, cabai juga kaya antioksidan, termasuk vitamin C, karotenoid, dan flavonoid, yang berperan dalam melawan radikal bebas penyebab penuaan sel dan berbagai penyakit degeneratif.

Konsumsi cabai dalam jumlah sedang juga dikaitkan dengan metabolisme tubuh yang lebih baik. Studi dari BMJ (2015) pada lebih dari 485.000 responden di Tiongkok menemukan bahwa individu yang rutin mengonsumsi cabai 3–7 kali seminggu memiliki risiko mortalitas lebih rendah, terutama akibat penyakit kardiovaskular dan kanker. Efek ini diduga berasal dari kemampuan capsaicin meningkatkan metabolisme energi dan sirkulasi darah.

Cabai juga bermanfaat bagi kesehatan jantung. Riset American Heart Association (2020) menunjukkan bahwa konsumsi cabai secara rutin dapat menurunkan risiko kematian akibat serangan jantung dan stroke. Mekanisme ini terkait dengan efek vasodilatasi capsaicin serta sifat antiinflamasi dan antioksidan yang mendukung kesehatan pembuluh darah.

Di sisi lain, konsumsi cabai juga memiliki potensi dampak negatif. Bagi individu dengan penyakit maag, gastritis, atau sindrom iritasi usus (IBS), capsaicin dapat memperburuk gejala nyeri perut, kembung, dan diare. Sebuah studi di Digestive Diseases and Sciences (2016) menemukan bahwa konsumsi cabai berlebihan berhubungan dengan peningkatan risiko gejala gastrointestinal, terutama pada individu dengan sensitivitas usus.

Cabai juga dapat memicu refluks asam lambung (GERD) pada sebagian orang. Paparan capsaicin yang berlebihan meningkatkan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah, sehingga asam lambung lebih mudah naik ke kerongkongan. Hal ini menjelaskan mengapa sebagian individu mengalami rasa panas di dada (heartburn) setelah makan pedas.

Dari sisi neurologis, konsumsi cabai dalam jumlah tinggi dapat menstimulasi pelepasan endorfin, hormon yang menimbulkan rasa euforia. Inilah sebabnya beberapa orang merasa “ketagihan” makan pedas. Namun, pada beberapa individu, konsumsi berlebihan justru menimbulkan efek iritasi yang memperburuk kualitas tidur akibat rasa panas di perut.

Cabai juga dapat memberikan efek protektif terhadap kanker melalui aktivitas antioksidan dan penghambatan proliferasi sel abnormal. Namun, studi epidemiologi memberikan hasil yang kontradiktif. Beberapa penelitian, seperti yang dipublikasikan dalam Cancer Research (2018), menemukan bahwa konsumsi cabai berlebihan justru dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker lambung, khususnya di wilayah dengan pola konsumsi cabai sangat tinggi.

Selain faktor medis, konsumsi cabai juga memiliki dampak sosial dan budaya. Makanan pedas sering dikaitkan dengan kenikmatan kuliner, identitas budaya, dan bahkan kebiasaan hidup sehat di masyarakat tropis. Akan tetapi, dari sisi klinis, konsumsi cabai sebaiknya disesuaikan dengan toleransi individu dan kondisi medis tertentu.

Kesimpulannya, cabai adalah bahan pangan dengan dua sisi: manfaat dan risiko. Dalam jumlah moderat, cabai dapat meningkatkan metabolisme, melindungi jantung, serta menyediakan antioksidan yang baik bagi tubuh. Namun, konsumsi berlebihan dapat memicu gangguan pencernaan, refluks asam, hingga potensi risiko kanker lambung. Oleh karena itu, kunci kesehatan terletak pada porsi konsumsi yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan tubuh dan kondisi individu. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama