![]() |
Sumber Foto: Tempo |
WARTAALENGKA,
Jakarta– Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
menegaskan aset kripto, khususnya Bitcoin (BTC), kini menjadi tantangan serius
dalam praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU). Teknologi baru yang awalnya
digadang sebagai masa depan keuangan digital justru kerap dimanfaatkan aktor
kejahatan untuk melarikan dana dalam jumlah masif ke luar negeri.
Kepala
PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, sepanjang tahun 2025 perputaran dana
judi online di Indonesia diperkirakan mencapai Rp1.200 triliun. Lonjakan itu
naik tajam dibandingkan tahun lalu yang berada di angka Rp981 triliun. Dari
jumlah tersebut, sebagian besar dana hasil judi menguap melalui aset kripto,
terutama Bitcoin, untuk kemudian dialihkan ke luar negeri.
“Fenomena
ini menunjukkan bahwa pencucian uang dan pendanaan terorisme semakin canggih
dengan memanfaatkan aset kripto. Bitcoin menjadi instrumen yang paling sering
dipakai karena sifatnya lintas batas dan sulit dilacak,” kata Ivan dalam
keterangan resminya, Selasa (17/9/2025).
PPATK
mencatat, setidaknya Rp28 triliun dana hasil judi online tahun lalu berhasil
keluar dari Indonesia melalui jalur Bitcoin dan aset digital lainnya. Dana
tersebut kemudian dikonversi ke stablecoin seperti Tether USD (USDT) melalui
crypto exchange asing untuk menyamarkan jejak transaksi. Tak hanya judi online,
aset kripto juga terendus dalam kasus dugaan perdagangan orang, dengan nilai
transaksi mencapai ratusan ribu USDT.
Kondisi
ini membuat pemerintah harus bekerja ekstra. Pasalnya, pencucian uang berbasis
Bitcoin tidak hanya mengancam stabilitas ekonomi, tetapi juga menggerus
kepercayaan publik terhadap ekosistem investasi digital di Indonesia. PPATK
menilai penanganan kasus semacam ini membutuhkan kolaborasi lintas lembaga,
termasuk aparat penegak hukum, regulator keuangan, dan penyedia layanan aset
kripto.
Sebagai
langkah penguatan, Kejaksaan Agung telah menerbitkan Pedoman Jaksa Agung Nomor
7 Tahun 2023 tentang Penanganan Aset Kripto Sebagai Barang Bukti. Pedoman ini
memungkinkan jaksa untuk membuat controlled crypto wallet, memblokir,
memindahkan, atau mengonversi aset digital hasil kejahatan agar tetap berada
dalam kendali negara.
Meski demikian, tantangan ke depan diprediksi akan semakin kompleks. Bitcoin dan aset kripto lain kian digandrungi investor global, namun di sisi lain celah penyalahgunaannya juga makin besar. Di tengah derasnya arus digitalisasi, muncul pertanyaan: apakah Bitcoin akan terus menjadi harapan bagi investor, atau justru menjelma sebagai “mesin cuci uang” modern bagi para kriminal lintas negara? (WA/Ow)