|  | 
| Sumber Foto: diunduh dari setneg.go.id | 
 
WARTAALENGKA, Jakarta - Wakil
Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro menegaskan
Istana tidak turut campur dalam kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU)
terkait pembatasan akses publik terhadap dokumen persyaratan calon presiden dan
wakil presiden. Menurut Juri, KPU adalah lembaga independen yang tidak bisa
dipengaruhi eksekutif.
“Ya kan sudah dijelaskan
oleh KPU, itu yang jadi pedoman kalian lah. Kan enggak bisa kita. KPU itu
lembaga independen, jadi di dalam bekerjanya dia enggak bisa dipengaruhi oleh
lembaga lain, oleh eksekutif. Dia lembaga independen,” ujar
Juri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (15/9/2025). Ia menambahkan, “Kami
menghormati,” seraya enggan berkomentar lebih jauh.
Sikap pemerintah ini merespons keputusan KPU yang mengecualikan sejumlah
dokumen pendaftaran capres–cawapres dari akses langsung publik kecuali ada persetujuan
tertulis pemilik data, atau pengungkapan berkaitan dengan posisi
seseorang dalam jabatan publik. Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan
KPU RI Nomor 731 Tahun 2025 bertanggal 21 Agustus 2025 tentang Penetapan
Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai
Informasi Publik yang Dikecualikan.
Kutipan dari keputusan itu menyebut: “Informasi publik sebagaimana
dimaksud dalam Diktum Kedua dikecualikan selama jangka waktu lima tahun,
kecuali: a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis,
dan/atau; b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan
publik,” tulis putusan yang dikeluarkan oleh Ketua KPU Afifuddin tersebut.
Dalam keputusan ini, 16 jenis dokumen persyaratan tidak dibuka
KPU kepada publik tanpa seizin pemiliknya, di antaranya ijazah. Daftarnya
sebagai berikut:
1.  Fotokopi
kartu tanda penduduk elektronik dan foto akta kelahiran Warga Negara Indonesia.
2.  Surat keterangan catatan kepolisian dari
Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3.    Surat keterangan kesehatan dari rumah
sakit pemerintah yang ditunjuk oleh Komisi Pemilihan Umum.
4.   Surat
tanda terima atau bukti penyampaian laporan harta kekayaan pribadi kepada
Komisi Pemberantasan Korupsi.
5.  Surat
keterangan tidak sedang dalam keadaan pailit dan/atau tidak memiliki tanggungan
utang yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri.
6.  Surat
pernyataan tidak sedang dicalonkan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
7. Fotokopi
nomor pokok wajib pajak dan tanda bukti pengiriman atau penerimaan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi selama 5
(lima) tahun terakhir.
8.     
Daftar riwayat hidup, profil singkat,
dan rekam jejak setiap bakal calon.
9. Surat pernyataan belum pernah menjabat
sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam
jabatan yang sama.
10. Surat
pernyataan setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945
sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
11. Surat
keterangan dari pengadilan negeri yang menyatakan bahwa setiap bakal calon
tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
12. Bukti
kelulusan berupa fotokopi ijazah, surat tanda tamat belajar, atau surat
keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau program
pendidikan menengah.
13. Surat
keterangan tidak terlibat organisasi terlarang dan G.30.S/PKI dari kepolisian.
14. Surat
pernyataan bermeterai cukup tentang kesediaan yang bersangkutan diusulkan
sebagai bakal calon Presiden dan bakal calon Wakil Presiden secara berpasangan.
15.
Surat
pernyataan pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil sejak ditetapkan
sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.
16.
Surat
pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara
atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta
Pemilu.
Keputusan ini menempatkan KPU pada titik seimbang antara transparansi pemilu dan perlindungan data pribadi. Di satu sisi, publik menuntut keterbukaan; di sisi lain, penyelenggara pemilu berkewajiban menjaga kerahasiaan data sensitif serta patuh pada rambu-rambu hukum. Dengan pernyataan Wamensesneg Juri Ardiantoro, Istana meneguhkan jarak institusional—memberi ruang bagi KPU menjalankan mandatnya tanpa intervensi. (WA)