WARTAALENGKA, Cianjur – Pertumbuhan pesat platform game daring Roblox
memungkinkan jutaan anak berkreasi dan berinteraksi secara virtual. Namun, di
balik potensi edukatifnya, sejumlah riset dan keluhan orang tua menunjukkan
bahwa Roblox juga menyimpan risiko signifikan, terutama bagi pengguna muda yang
paling rentan. Penelitian oleh University of Sydney menemukan bahwa anak-anak
sering terjebak dalam mekanisme pembelian dalam game yang kompleks dan ambigu,
menyebabkan pengeluaran yang tidak disengaja dan bahkan disebut seperti “perjudian”
digital.
Selain
aspek finansial, platform ini juga memunculkan risiko predator online.
Investigasi oleh Revealing Reality yang dilaporkan di The Guardian
menemukan anak-anak masih mudah terpapar konten eksplisit dan dihubungi oleh
orang dewasa yang tidak dikenal—meski Roblox telah memperkenalkan kontrol
keamanan tambahan. Dalam laporan CyberSafeKids di Irlandia, 23 % anak usia 8–12
tahun melaporkan pernah dihubungi oleh orang asing melalui Roblox, dalam
lingkungan yang semestinya ramah anak.
Tak
kalah mengkhawatirkan adalah dampak psikologis dan kecanduan. Laporan media
mengungkapkan kasus ekstrem dimana anak-anak menjadi kecanduan Roblox hingga
mengabaikan sekolah, kebersihan tubuh, bahkan buang air—terindikasi gangguan
obsesif yang parah. Keenam belas persen populasi anak-anak terindikasi
menunjukkan gejala kecanduan gaming, sementara tinjauan sistematis menyimpulkan
bahwa anak yang bermain video game lebih dari dua hingga tiga jam per hari
memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan kecemasan, depresi, dan
kegemukan.
Dari
sisi data kebijakan, Roblox telah mencoba memperketat pengawasan sejak
2024—dengan pembatasan “social hangout” untuk pengguna di bawah 13 tahun,
pengaturan pesan teman, serta verifikasi usia melalui pengenalan wajah atau ID
negara. Namun, laporan terbaru menyatakan bahwa sistem ini masih jauh dari
sempurna: konten berbahaya masih tersebar, predator tetap bisa beraksi, dan
kontrol orang tua sulit diterapkan secara efektif.
Dari
perspektif kesehatan anak, kecanduan game menimbulkan berbagai masalah fisik
dan mental. Ketergantungan gaming dikaitkan dengan gaya hidup sedentari, postur
tubuh buruk, kelelahan mata, serta potensi gangguan neurologis seperti serangan
epilepsi akibat flash layar. Perubahan struktur otak juga diamati, dengan
penurunan kontrol impuls dan pola reward yang mirip dengan kecanduan zat
adiktif.
Laporan
laporan media dan akademik juga menyuarakan bahwa desain monetisasi
Roblox—seperti loot box dan konversi Robux yang membingungkan—bukan hanya
manipulatif secara psikologis tetapi juga mendorong perilaku kompulsif dan
menimbulkan tekanan dalam keluarga ketika anak mengeluarkan uang lebih dari
yang disadari.
Secara
keseluruhan, Roblox mencerminkan pergeseran tantangan era digital bagi anak:
dari aspek sosial (grooming, konten tidak pantas), individu (kecanduan,
disfungsi kesehatan), hingga ekonomi (ekspoitasi monetisasi). Perlindungan
optimal membutuhkan sinergi antara peningkatan desain platform (orang tua dan
regulator ikut campur secara efektif), penguatan edukasi literasi media pada
anak, dan pemantauan ilmiah—baik dari kalangan psikolog pendidikan maupun
kesehatan masyarakat.
Dengan demikian, sementara Roblox menawarkan ruang ekspresi dan kreativitas, dampak serius terhadap kesehatan mental, perkembangan sosial, dan keuangan anak-anak tidak boleh dikesampingkan. Kebijakan pencegahan, desain etis, dan pengawasan aktif menjadi kunci agar platform ini berkembang menjadi ruang yang aman dan mendukung tumbuh kembang sehat generasi muda. (WA/Ow)