Di Balik Avatar Imut: Ancaman Predator, Kecanduan, dan Perjudian di Roblox

Sumber Foto: diunduh dari shutterstock.com/Miguel Lagoa

 

WARTAALENGKA, Cianjur – Pertumbuhan pesat platform game daring Roblox memungkinkan jutaan anak berkreasi dan berinteraksi secara virtual. Namun, di balik potensi edukatifnya, sejumlah riset dan keluhan orang tua menunjukkan bahwa Roblox juga menyimpan risiko signifikan, terutama bagi pengguna muda yang paling rentan. Penelitian oleh University of Sydney menemukan bahwa anak-anak sering terjebak dalam mekanisme pembelian dalam game yang kompleks dan ambigu, menyebabkan pengeluaran yang tidak disengaja dan bahkan disebut seperti “perjudian” digital.

Selain aspek finansial, platform ini juga memunculkan risiko predator online. Investigasi oleh Revealing Reality yang dilaporkan di The Guardian menemukan anak-anak masih mudah terpapar konten eksplisit dan dihubungi oleh orang dewasa yang tidak dikenal—meski Roblox telah memperkenalkan kontrol keamanan tambahan. Dalam laporan CyberSafeKids di Irlandia, 23 % anak usia 8–12 tahun melaporkan pernah dihubungi oleh orang asing melalui Roblox, dalam lingkungan yang semestinya ramah anak.

Tak kalah mengkhawatirkan adalah dampak psikologis dan kecanduan. Laporan media mengungkapkan kasus ekstrem dimana anak-anak menjadi kecanduan Roblox hingga mengabaikan sekolah, kebersihan tubuh, bahkan buang air—terindikasi gangguan obsesif yang parah. Keenam belas persen populasi anak-anak terindikasi menunjukkan gejala kecanduan gaming, sementara tinjauan sistematis menyimpulkan bahwa anak yang bermain video game lebih dari dua hingga tiga jam per hari memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan kecemasan, depresi, dan kegemukan.

Dari sisi data kebijakan, Roblox telah mencoba memperketat pengawasan sejak 2024—dengan pembatasan “social hangout” untuk pengguna di bawah 13 tahun, pengaturan pesan teman, serta verifikasi usia melalui pengenalan wajah atau ID negara. Namun, laporan terbaru menyatakan bahwa sistem ini masih jauh dari sempurna: konten berbahaya masih tersebar, predator tetap bisa beraksi, dan kontrol orang tua sulit diterapkan secara efektif.

Dari perspektif kesehatan anak, kecanduan game menimbulkan berbagai masalah fisik dan mental. Ketergantungan gaming dikaitkan dengan gaya hidup sedentari, postur tubuh buruk, kelelahan mata, serta potensi gangguan neurologis seperti serangan epilepsi akibat flash layar. Perubahan struktur otak juga diamati, dengan penurunan kontrol impuls dan pola reward yang mirip dengan kecanduan zat adiktif.

Laporan laporan media dan akademik juga menyuarakan bahwa desain monetisasi Roblox—seperti loot box dan konversi Robux yang membingungkan—bukan hanya manipulatif secara psikologis tetapi juga mendorong perilaku kompulsif dan menimbulkan tekanan dalam keluarga ketika anak mengeluarkan uang lebih dari yang disadari.

Secara keseluruhan, Roblox mencerminkan pergeseran tantangan era digital bagi anak: dari aspek sosial (grooming, konten tidak pantas), individu (kecanduan, disfungsi kesehatan), hingga ekonomi (ekspoitasi monetisasi). Perlindungan optimal membutuhkan sinergi antara peningkatan desain platform (orang tua dan regulator ikut campur secara efektif), penguatan edukasi literasi media pada anak, dan pemantauan ilmiah—baik dari kalangan psikolog pendidikan maupun kesehatan masyarakat.

Dengan demikian, sementara Roblox menawarkan ruang ekspresi dan kreativitas, dampak serius terhadap kesehatan mental, perkembangan sosial, dan keuangan anak-anak tidak boleh dikesampingkan. Kebijakan pencegahan, desain etis, dan pengawasan aktif menjadi kunci agar platform ini berkembang menjadi ruang yang aman dan mendukung tumbuh kembang sehat generasi muda. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama