WARTAALENGKA, Jakarta - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) resmi dimulai di parlemen. Ketua
Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa revisi undang-undang ini
tidak akan memperluas kewenangan aparat penegak hukum, melainkan difokuskan
pada penguatan hak warga negara yang berhadapan dengan hukum.
“Jadi,
tidak ada mengurangi, menggeser, memperbesar, dan mengalihkan kewenangan aparat
penegak hukum,” ujar Habiburokhman dalam rapat kerja bersama pemerintah di
Senayan, Selasa (8/7/2025).
Politikus
Partai Gerindra itu menjelaskan bahwa KUHAP lama yang berlaku sejak 1981 sudah
tidak lagi cukup melindungi hak-hak warga. Salah satu indikatornya adalah
minimnya peran advokat dalam mendampingi masyarakat kecil yang tersandung kasus
hukum.
Ia
menyinggung beberapa kasus seperti Nenek Minah—yang sempat divonis karena
mencuri tiga biji kakao—dan perkara pencurian kayu jati di Bojonegoro, sebagai
cerminan lemahnya pendekatan hukum yang berkeadilan. “Karena itu diperlukan
pembaruan KUHAP agar aparat penegak hukum lebih terbuka, profesional, dan
menghormati hak asasi manusia,” imbuhnya.
Koalisi
Sipil: Wewenang Aparat Terlalu Besar, Pengawasan Lemah
Di sisi
lain, kalangan masyarakat sipil menyoroti potensi perluasan kewenangan aparat
dalam draf RUU KUHAP. Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina
Rahmawati, memperingatkan bahwa reformulasi KUHAP tak boleh hanya menyentuh
aspek prosedural, tetapi juga memperkuat sistem pengawasan.
“Selama ini
kewenangan aparat penegak hukum memang cukup besar, tapi pengawasan masih
kecil, termasuk soal transparansi dan akuntabilitas,” kata Maidina.
Maidina
juga menyoroti mekanisme praperadilan yang selama ini dijadikan alat kontrol
justru sering tidak efektif. Sebab, beban pembuktian malah lebih banyak
dibebankan pada korban pelanggaran, bukan pada aparat yang diduga melanggar.
Pemerintah
Klaim Sesuaikan KUHAP dengan Putusan MK dan UU Terkini
Sementara
itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej, menyebut bahwa
pemerintah telah menyusun Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang merujuk pada
perkembangan hukum terkini, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi dan
undang-undang sektoral.
“RUU KUHAP
ini diharapkan dapat menghadirkan hukum acara yang lebih berkeadilan, termasuk
dengan penguatan norma perlindungan terhadap saksi, korban, perempuan, dan
penyandang disabilitas,” ujar Wamenkumham yang akrab disapa Eddy itu.
Revisi ini dirancang untuk menggantikan UU Nomor 8 Tahun 1981 dan telah
masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Isi DIM
Belum Dibuka, Publik Minta Keterbukaan
Kendati DIM
telah diserahkan, DPR hingga kini belum membuka isi rinciannya kepada publik.
Koalisi masyarakat sipil mendorong agar pembahasan dilakukan secara transparan.
Wakil Ketua
DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menjamin bahwa proses legislasi RUU KUHAP tidak akan
dilakukan secara tergesa-gesa. Ia menyebut DPR telah menyiapkan platform daring
untuk menampilkan perkembangan pembahasan secara real time.
“Kami akan
minta kepada komisi terkait untuk membahas secara terbuka, karena partisipasi
masyarakat saat penyusunan DIM dianggap sudah cukup,” ujar Dasco, Kamis (26/6).
(WA)