WARTAALENGKA, Cianjur - Di tengah perubahan lanskap kerja
global, fenomena coworking space menjelma menjadi simbol perlawanan generasi
muda terhadap sistem kerja konvensional. Kantor permanen dengan jam kerja kaku
kini dianggap sebagai warisan budaya kerja lama yang tidak lagi relevan. Bagi
banyak anak muda, terutama generasi milenial dan Gen Z, kebebasan,
fleksibilitas, dan atmosfer kolaboratif adalah nilai utama dalam bekerja—dan
semua itu mereka temukan di coworking space.
Data dari Coworking Resources
dan Deskmag menunjukkan peningkatan eksponensial jumlah coworking space
secara global, dengan lebih dari 30.000 lokasi tercatat hingga tahun 2023. Di
Indonesia, pertumbuhan mencapai lebih dari 40% sejak pandemi, terutama di
kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Anak muda mendominasi
pengguna ruang kerja bersama ini, terutama freelancer, startup founder, digital
nomad, dan pekerja remote dari sektor kreatif hingga teknologi.
Salah satu daya tarik utama coworking
space adalah atmosfer yang mendukung kreativitas. Berbeda dengan kantor
konvensional yang cenderung kaku, ruang kerja bersama dirancang dengan interior
modern, pencahayaan natural, dan fasilitas pendukung seperti ruang istirahat,
studio mini, hingga dapur bersama. Lingkungan ini terbukti mampu meningkatkan
mood kerja dan produktivitas.
Riset dalam Journal of
Organizational Behavior (2020) menyebutkan bahwa pekerja yang memiliki
kontrol lebih terhadap lingkungan kerja mereka mengalami peningkatan
produktivitas hingga 25%. Fleksibilitas waktu dan lokasi bekerja juga dikaitkan
dengan peningkatan kepuasan kerja dan keseimbangan hidup.
Tak hanya soal kenyamanan fisik,
coworking space juga menjadi tempat tumbuhnya komunitas. Interaksi antarprofesi
yang intens memicu kolaborasi lintas sektor, memperluas jejaring, bahkan
membuka peluang kerja baru. Inilah yang dicari banyak anak muda—bukan sekadar
bekerja, tetapi juga membangun relasi dan pengembangan diri.
Namun, tren ini juga mengindikasikan
pergeseran paradigma besar. Banyak anak muda merasa tidak lagi memiliki
loyalitas terhadap perusahaan seperti generasi sebelumnya. Mereka memilih
bekerja untuk "kehidupan", bukan hidup untuk bekerja. Coworking space
mendukung gaya hidup ini: mobile, dinamis, dan tidak terikat.
Sosiolog Richard Florida dalam
teorinya tentang creative class menyatakan bahwa generasi pekerja modern
lebih tertarik pada pekerjaan yang bermakna, fleksibel, dan memberi kebebasan.
Coworking space menjawab kebutuhan itu dengan menawarkan ruang untuk
mengekspresikan diri dan menghindari kelelahan kerja akibat rutinitas yang
membosankan.
Meski tren ini berkembang pesat,
coworking space juga menghadapi tantangan. Tidak semua sektor cocok bekerja di
lingkungan terbuka, dan tidak semua individu nyaman dengan ritme kerja yang
cair. Namun, bagi generasi muda yang menolak sistem kerja yang dianggap usang,
coworking space bukan sekadar tempat, tapi simbol gerakan kerja masa depan.
Dalam konteks ini, perusahaan yang ingin merekrut dan mempertahankan talenta muda perlu mempertimbangkan untuk mengadopsi elemen coworking—fleksibilitas, kolaborasi, dan desain ruang kerja yang manusiawi. Kantor tradisional, bila tidak beradaptasi, berisiko ditinggalkan oleh generasi masa depan yang sudah punya pilihan lebih baik. (WA/Ow)