UANG KONSUMSI RAPAT MENTERI RP 171 RIBU PER ORANG, SRI MULYANI ATUR ANGGARAN DENGAN KETAT

 

Sumber Foto: Viva

WARTAALENGKA, Cianjur - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan besaran uang konsumsi untuk rapat koordinasi tingkat menteri dan pejabat eselon lainnya di kementerian/lembaga. Ketentuan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 180/KMK.02/2024 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2025, yang mulai berlaku pada tahun anggaran mendatang.

Dalam aturan tersebut, pemerintah menetapkan besaran uang konsumsi untuk rapat koordinasi tingkat menteri sebesar Rp171 ribu per orang per sekali rapat. Angka ini ditetapkan untuk menjaga efisiensi belanja negara, namun tetap mempertimbangkan kebutuhan operasional yang layak bagi pejabat negara.

Tidak hanya untuk menteri, ketentuan ini juga mencakup pejabat eselon I dan II, dengan nominal yang disesuaikan menurut tingkat jabatan dan jenis kegiatan. Misalnya, konsumsi untuk rapat teknis di tingkat eselon I bisa mencapai sekitar Rp150 ribu per orang, sedangkan untuk level teknis lainnya bisa lebih rendah, sekitar Rp100–125 ribu.

Sri Mulyani menyebutkan bahwa standar biaya masukan ini bertujuan untuk menjaga konsistensi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran di seluruh instansi pemerintah pusat. "Penetapan ini menjadi acuan yang jelas agar tidak ada pemborosan sekaligus memastikan pelayanan kegiatan berjalan optimal," ujar Menkeu.

Langkah ini juga merupakan bagian dari upaya reformasi birokrasi dan belanja negara yang terus didorong Kementerian Keuangan sejak beberapa tahun terakhir. Sri Mulyani menekankan pentingnya efisiensi tanpa mengorbankan mutu dan kinerja pelayanan publik.

Meski terkesan kecil, alokasi dana konsumsi dalam kegiatan birokrasi memiliki porsi signifikan dalam total belanja barang kementerian. Karena itu, pengaturan yang ketat menjadi penting untuk menghindari pemborosan serta menjaga kepercayaan publik terhadap tata kelola keuangan negara.

Keputusan tersebut mendapat berbagai tanggapan dari publik. Sebagian mengapresiasi langkah transparansi dan pembatasan ini, sementara ada pula yang menilai nominal Rp171 ribu per orang masih cukup besar, apalagi jika dibandingkan dengan anggaran konsumsi di kegiatan pemerintahan daerah yang kerap lebih rendah.

Namun, menurut Kemenkeu, angka tersebut telah mempertimbangkan standar harga satuan makanan di kota-kota besar, tempat sebagian besar rapat tingkat nasional digelar. Selain itu, jumlah ini mencakup bukan hanya makan siang, melainkan juga kudapan, minuman, dan pajak.

Standar Biaya Masukan ini akan menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) di seluruh kementerian/lembaga untuk tahun anggaran 2025. Semua satuan kerja diwajibkan mematuhinya dan tidak boleh menetapkan tarif di luar ketentuan yang berlaku.

Aturan ini juga sejalan dengan prinsip anggaran berbasis kinerja, di mana setiap pengeluaran negara harus memberikan output dan outcome yang jelas. Dengan demikian, setiap kegiatan rapat harus memiliki tujuan yang strategis dan berdampak langsung pada pengambilan keputusan pemerintahan.

Menariknya, di tengah sorotan publik terhadap efisiensi belanja negara, keputusan ini sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah mulai memperketat pengeluaran bahkan di sektor-sektor kecil yang selama ini kerap luput dari perhatian.

Kritik pun tetap muncul, terutama dari aktivis anti-korupsi yang menginginkan peninjauan lebih lanjut terhadap seluruh komponen belanja birokrasi, termasuk pengadaan perjalanan dinas, fasilitas, hingga dana representasi pejabat.

Sementara itu, DPR menyambut baik langkah ini sebagai bentuk kontrol internal yang dapat meminimalkan potensi penyalahgunaan anggaran. Wakil Ketua Komisi XI DPR menyebut, "Ini langkah tepat untuk menata ulang belanja yang seringkali dianggap sepele, tapi membebani APBN secara agregat."

Transparansi belanja konsumsi menjadi bagian dari upaya membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan efisien. Kementerian Keuangan mengajak seluruh kementerian/lembaga untuk mematuhi ketentuan ini, dan meminta inspektorat internal aktif mengawasi implementasinya.

Dalam konteks belanja negara yang semakin tertekan pasca-pandemi dan belanja pembangunan seperti IKN yang menuntut anggaran besar, pengaturan seperti ini dinilai sangat penting untuk menciptakan alokasi anggaran yang tepat sasaran.

Selain konsumsi rapat, KMK ini juga mengatur berbagai pos belanja lainnya seperti honorarium narasumber, biaya perjalanan dinas, penginapan, dan belanja barang penunjang lainnya. Semua ditetapkan dalam tarif maksimal yang harus dipatuhi.

Sri Mulyani berharap aturan ini mendorong budaya birokrasi yang lebih hemat, rasional, dan fokus pada hasil. Pemerintah, kata dia, tidak sedang pelit, tapi sedang berusaha cerdas dalam mengelola anggaran negara.

Ke depan, evaluasi terhadap Standar Biaya Masukan akan terus dilakukan secara berkala dengan mempertimbangkan inflasi, harga pasar, dan efektivitas pelaksanaan kegiatan birokrasi. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama