WARTAALENGKA, Cianjur - Pesawat sipil dengan nomor registrasi
PK-ELM milik maskapai Elang Nusantara Air, yang membawa Menteri Keuangan Sri
Mulyani dan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin ke Kabupaten Nduga, Papua
Pegunungan, menjadi target kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional
Papua Barat–Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). Informasi ini dikonfirmasi
oleh juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, yang menyebut pesawat tersebut kini masuk
daftar musuh dan akan diserang jika kembali masuk wilayah yang mereka klaim
sebagai “zona perang”.
Kunjungan Sri Mulyani dan Sjafrie ke
Nduga berlangsung Sabtu (7/6/2025). Keduanya datang menggunakan pesawat sipil
dalam rangka meninjau situasi di daerah tersebut, termasuk memantau program
pembangunan dan mengecek langsung kondisi keamanan, pendidikan, dan
infrastruktur. Dalam perjalanan itu, rombongan menteri dilaporkan mengenakan
rompi antipeluru, mengantisipasi potensi gangguan di wilayah rawan konflik.
Namun, menurut pernyataan Sebby
Sambom, pesawat PK-ELM telah digunakan untuk mengangkut petinggi militer,
termasuk Panglima Kogabwilhan III Letjen TNI Bambang Trisnohadi. Karena itu,
TPNPB-OPM menganggap pesawat tersebut sebagai bagian dari operasi militer dan
mengumumkan bahwa kru pesawat—termasuk pilot dan kopilot—akan dianggap sebagai
target sah apabila kembali memasuki wilayah Papua yang mereka kuasai.
Pernyataan ini memperkuat ancaman yang
terus meningkat terhadap penerbangan sipil di Papua. Sebelumnya, sejumlah
insiden penyerangan terhadap pesawat, baik sipil maupun militer, telah terjadi,
termasuk kasus pembakaran pesawat Susi Air dan penyanderaan pilot pada tahun
2023 yang masih menyisakan trauma mendalam.
Meskipun tujuan utama kunjungan
menteri ke Nduga adalah untuk mendengar aspirasi warga dan menguatkan kehadiran
negara, situasi di lapangan menuntut pengamanan ekstra. Tindakan TPNPB-OPM
menunjukkan bahwa mereka tak segan melancarkan serangan terhadap aset sipil
yang dinilai terlibat dalam operasi pemerintah pusat.
Hingga kini belum ada pernyataan resmi
dari pihak TNI atau Polri terkait ancaman ini. Namun, pengamat keamanan
menyarankan pemerintah untuk segera mengevaluasi prosedur penerbangan ke
wilayah konflik, termasuk rute, pengamanan udara, dan kesiapan jalur evakuasi.
Kementerian Keuangan dan Kementerian
Pertahanan, sebagai instansi yang bersangkutan, juga dituntut untuk lebih
transparan dalam menjelaskan misi kunjungan tersebut agar tidak menimbulkan
interpretasi yang memicu reaksi ekstrem dari kelompok separatis.
Pakar keamanan menyarankan agar
pemerintah mempertimbangkan penggunaan teknologi pengawasan canggih, seperti
drone pengintai atau pesawat berpelindung, untuk mendukung misi kemanusiaan dan
pembangunan di Papua tanpa mengorbankan keselamatan awak dan pejabat negara.
Kondisi ini menunjukkan dilema besar:
antara upaya membangun dan memperkuat kehadiran negara, atau memperburuk
ketegangan dengan kehadiran aparat pusat di wilayah sensitif. Ketegasan
pemerintah akan menjadi penentu utama dalam menjaga kredibilitas dan keselamatan
misi-misi kenegaraan di Papua.
Ancaman terbuka terhadap pesawat
pembawa menteri merupakan perkembangan baru dalam eskalasi konflik Papua yang
tidak bisa dianggap sepele. Diperlukan langkah terukur dan terkoordinasi untuk
menjamin bahwa seluruh kegiatan kenegaraan berjalan aman, serta tidak memicu
konflik lebih luas dengan masyarakat lokal.
Jika ancaman ini dibiarkan, bukan
hanya keselamatan menteri dan staf negara yang terancam, namun juga masa depan
pelayanan publik dan pembangunan Papua yang adil dan damai. Keberanian
menghadapi kelompok bersenjata harus diimbangi dengan strategi yang cermat,
bukan semata pendekatan kekuatan.
Pemerintah pusat perlu merespons cepat
dengan meningkatkan pengamanan transportasi udara ke Papua dan merumuskan
strategi komunikasi yang menjembatani kepentingan negara dan aspirasi warga
Papua, agar setiap langkah tidak disalahartikan sebagai bentuk militerisasi
wilayah.
Di tengah ketegangan, semangat untuk
menyatukan Indonesia dari barat ke timur seharusnya tetap menjadi prioritas.
Namun itu hanya bisa tercapai jika semua pihak bersedia berdialog dan membuka
jalan damai, bukan dengan saling mengancam di langit atau di darat. (WA/Ow)