PEMILIK KAPAL BUKA SUARA: JKW MAHAKAM & DEWI IRIANA BUKAN ANGKUTAN NIKEL RAJA AMPAT

 

Sumber Foto: Tribun

WARTAALENGKA, Cianjur - Isu panas mencuat di media sosial setelah muncul video kapal bernama JKW Mahakam dan Dewi Iriana yang diduga mengangkut bijih nikel dari Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kapal ini dikaitkan dengan elite nasional, namun kini pemiliknya angkat bicara, membantah semua tuduhan tersebut.

PT IMC Pelita Logistik Tbk (PSSI), perusahaan yang menaungi kapal tersebut, menyatakan kedua kapal hanyalah armada logistik laut dan tidak terlibat aktivitas tambang di Papua. Dalam keterangannya, Sekretaris Perusahaan Desi Femilinda Safitri mengatakan operasi kapal hanya berdasarkan kebutuhan penyewa, bukan pengangkutan mineral.

Desi juga menjelaskan bahwa nama kapal tidak merujuk pada Presiden Joko Widodo atau Ibu Negara, melainkan berdasarkan wilayah operasional di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Dokumentasi video yang tersebar juga disebut sebagai rekaman lama dan tidak menggambarkan kondisi saat ini, karena saat ini kapal beroperasi di Kalimantan Timur.

Publik awalnya meragukan keterlibatan pemerintah pusat setelah video tersebut viral di X dan media lain. Namun, data dari Ditkapel Kemenhub menunjukkan bahwa terdapat belasan kapal berlabel JKW Mahakam dan Dewi Iriana, sebagian besar dimiliki oleh anak perusahaan PSSI seperti PT Pelita Samudera Sreeya, PT Sinar Pasifik Lestari, PT Glory Ocean Lines, dan PT Permata Lintas Abadi.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia turut menegaskan bahwa tidak ada keterkaitan Presiden Jokowi maupun Ibu Iriana dalam bisnis pertambangan di Raja Ampat. Izin usaha pertambangan (IUP) yang telah dicabut justru berasal dari periode sebelum kepemimpinan Jokowi—tahun 2004–2006.

Data Kompas.com menegaskan bahwa kapal tug boat TB JKW Mahakam memang berwenang menarik tongkang seperti Dewi Iriana, tetapi keduanya tidak terbukti mengangkut bijih nikel dari Raja Ampat.

Izin usaha pertambangan di Raja Ampat kini dalam peninjauan ketat. Pemerintah Presiden Prabowo, atas saran MenESDM, telah mencabut empat IUP dari perusahaan yang beroperasi di Gag, Kawe, Manuran, Yesner, dan Batang Pele, setelah ditemukan pelanggaran lingkungan.

Selain itu, satu IUP—PT Gag Nikel—tetap dipertahankan karena sudah memiliki kontrak karya sejak 1998 dan tidak berada dalam wilayah geopark. Namun, izin empat perusahaan lain telah dibatalkan karena melanggar UU Geopark UNESCO.

Polemik kapal bernama tokoh publik ini mengundang kekhawatiran netizen tentang transparansi di balik aktivitas tambang di wilayah sensitif seperti Raja Ampat. Namun, klarifikasi dari pemilik kapal dan pernyataan resmi MenESDM mampu meredam isu, sekaligus menegaskan bahwa kapal tersebut tidak ada hubungan historis atau operasional dengan elit negara.

Namun publik kini menanti langkah lanjutan: apakah PSSI bisa membuktikan komitmen mereka lewat audit operasional lapangan? Atau pemerintah akan menambah pengawasan terhadap logistik di wilayah tambang yang sensitif? Semua tergantung pada tindakan hukum dan transparansi data yang selaras dengan pengendalian lingkungan dan reputasi Indonesia. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama