WARTAALENGKA, Cianjur - Sejumlah gadis di kawasan Puncak,
Cianjur, Jawa Barat, diduga menjadi korban pencabulan oleh seorang oknum ustaz yang
dikenal sebagai guru ngaji. Pelaku diduga memanfaatkan praktik pengobatan
alternatif dan kebatinan sebagai modus untuk melakukan pelecehan seksual
terhadap para korban.
Salah satu korban, yang enggan
disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa tindakan pelecehan tersebut telah
berlangsung sejak tahun 2015. Awalnya, pelaku menawarkan terapi untuk mengatasi
masalah kesehatan yang dialami korban, seperti sesak akibat penyakit lambung.
Namun, dalam proses terapi tersebut, pelaku mulai melakukan tindakan yang tidak
pantas.
"Awalnya dipijat biasa, tapi
lama-kelamaan jadi meraba bagian dada," ujar korban, Selasa (13/5/2025).
Pelaku juga sering menanyakan kondisi kesehatan korban terkait sistem
reproduksi, dengan dalih untuk membantu mengatasi masalah keputihan atau
syahwat yang berlebihan. Korban diminta menanggalkan pakaian dan hanya
mengenakan selembar kain selama terapi berlangsung.
"Dari saya SMP sampai SMK
modusnya begitu. Awalnya pakai baju sampai hanya disuruh pakai kain
sarung," ungkap korban. Pelaku kemudian meraba seluruh tubuh korban hingga
bagian kemaluan, dengan alasan untuk memastikan syahwat agar tidak melakukan
perbuatan yang dilarang dengan lawan jenis.
Korban mengaku tidak berani melawan
karena masih kecil dan takut. Namun, akhirnya ia memberanikan diri untuk
menceritakan kejadian tersebut kepada keluarganya. "Dulu takut, tapi
kemudian saya cerita ke keluarga," katanya.
Kasus ini telah menimbulkan keresahan
di masyarakat. Warga berharap pihak berwenang segera mengambil tindakan hukum
terhadap pelaku agar kejadian serupa tidak terulang. Pihak kepolisian
diharapkan dapat menyelidiki kasus ini secara menyeluruh dan memberikan
perlindungan kepada para korban.
Hingga saat ini, belum ada keterangan
resmi dari pihak kepolisian terkait penanganan kasus tersebut. Namun,
masyarakat terus mendesak agar pelaku segera ditangkap dan diadili sesuai hukum
yang berlaku.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya
pengawasan terhadap praktik-praktik pengobatan alternatif yang tidak memiliki
izin resmi. Masyarakat diimbau untuk lebih waspada dan melaporkan segala bentuk
tindakan yang mencurigakan kepada pihak berwenang.
Selain itu, penting bagi orang tua
untuk memberikan edukasi kepada anak-anak mengenai batasan-batasan dalam
interaksi dengan orang dewasa, termasuk guru atau tokoh agama, guna mencegah
terjadinya pelecehan seksual.
Pihak berwenang diharapkan dapat
memberikan pendampingan psikologis kepada para korban agar mereka dapat pulih
dari trauma yang dialami. Lembaga perlindungan anak dan perempuan juga
diharapkan turut serta dalam proses pemulihan dan pendampingan hukum bagi
korban.
Kasus ini juga menyoroti perlunya
regulasi yang lebih ketat terhadap praktik pengobatan alternatif dan kebatinan,
serta pengawasan terhadap lembaga pendidikan nonformal yang tidak memiliki izin
resmi.
Masyarakat diharapkan dapat lebih
selektif dalam memilih tempat belajar agama atau terapi alternatif, dengan
memastikan legalitas dan kredibilitas lembaga tersebut.
Pemerintah daerah bersama aparat
penegak hukum diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap
praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat.
Kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak untuk lebih waspada dan proaktif dalam melindungi anak-anak dari berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan seksual.
Semoga kasus ini segera mendapatkan penanganan yang adil dan para korban mendapatkan keadilan serta pemulihan yang layak. (WA/Ow)