WARTAALENGKA,
Cianjur - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mandi uap/spa dalam Pasal 55 ayat
(1) huruf l Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) sebagai bagian dari jasa
pelayanan kesehatan tradisional, bukan jenis jasa hiburan.
Menurut
Mahkamah, pengklasifikasian mandi uap/spa dalam Pasal 55 ayat (1) huruf l UU
HKPD yang disamakan dengan diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar tidak
memberikan jaminan kepastian hukum atas keberadaan mandi uap/spa sebagai jasa
pelayanan kesehatan tradisional sehingga menimbulkan kekhawatiran dan rasa
takut atas penggunaan layanan jasa kesehatan tradisional dimaksud.
Dimasukkannya
“mandi uap/spa” dalam kelompok diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar selama
ini menjadikan sebagai jenis tontonan, pertunjukkan, permainan, katangkasan,
rekreasi atau keramaian untuk dinikmati, penulis menilai kondisi demikian tidak
sesuai dengan jasa pelayanan kesehatan tradisional, sehingga menyebabkan
kerugian bagi pemohon berupa pengenaan stigma yang negatif.
pelayanan
kesehatan tradisional memiliki landasan hukum yang jelas dan konsisten baik
melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan maupun
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan pengaturan lebih
lanjut yang tertuang dalam peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 103 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2024.
Pelayanan
ini diakui sebagai bagian integral dari sistem kesehatan nasional dengan
cakupan yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, hingga
paliatif. Pengakuan ini menunjukkan pentingnya pelayanan kesehatan tradisional
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya dalam menjaga keberlanjutan
nilai-nilai kearifan lokal. Dalam konteks ini, layanan seperti mandi uap/spa
yang memiliki manfaat kesehatan berbasis tradisi lokal sudah seharusnya
dianggap sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional.
berkenaan
dengan frasa “dan mandi uap/spa dalam Pasal 58 ayat (2) UU HKPD yang menetapkan
pajak mandi uap/spa sebesar paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen
yang diklasifikasikan sama dengan kelompok hiburan diskotek, karaoke, kelab
malam, dan bar merupakan tindakan ketidakadilan dan diskriminatif adalah tidak
beralasan menurut hukum. Besaran tarif pajak mandi uap/spa yang dipersoalkan
para Pemohon menjadi ranah kewenangan pembentuk undang-undang untuk menentukan
sebagaimana amanat Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945.
Selain
itu, berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2022, objek
pajak daerah dan retribusi daerah yang termasuk jenis jasa kesenian dan hiburan
dikecualikan dari penganaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Karena itu, tidak
terdapat pengenaan pajak ganda sebagaimana yang didalilkan para Pemohon. Dengan
demikian, dalil para Pemohon berkenaan dengan pengklasifikasian pengenaan pajak
sebesar 40 persen dan paling tinggi 75 persen yang ditetapkan untuk mandi
uap/spa berpotensi adanya pengenaan pajak ganda akan berdampak langsung pada
keberlangsungan usaha pelayanan kesehatan tradisional adalah tidak
beralasan menurut hukum. (WA/Adm)
Artikel
ditulis oleh Rizky Mulyana