Angelina Sondakh: Tunjangan Rp 150 Juta “Gak Akan Cukup”, Biaya Mendapatkan Kepercayaan Masyarakat Tidak Sedikit

Sumber Foto: Diunggah dari ig @angelinasondakh09

 

WARTAALENGKA, Jakarta - Mantan anggota DPR RI Angelina Sondakh kembali berbicara blak-blakan soal dinamika politik di Senayan dan biaya yang menyertai kerja-kerja politik. Dalam tayangan FYP Trans7, ia menilai tunjangan legislator—yang kerap disebut publik mencapai ratusan juta rupiah—tidak serta-merta menutup biaya politik, terutama bagi mereka yang berniat maju lagi di pemilu berikutnya.

“Godaan terbesar apa yang didapatkan seorang artis saat menjadi anggota DPR sih mbak?” tanya Irfan Hakim. “Karena ini gak akan cukup (tunjangan),” jawab Angelina Sondakh.

Angelina menyebut, biaya untuk mempertahankan kepercayaan konstituen dan merawat jaringan politik tidak kecil. “Karena itu mungkin karena kita ingin nyalon lagi, ingin mendapatkan kepercayaan rakyat lagi, maka of course mungkin biayanya tidak sedikit,” terangnya. Menurutnya, kerja politik menuntut komunikasi yang intens dengan berbagai pihak. “Dan kan mereka (anggota DPR RI) harus membangun komunikasi yang intensif,” sambungnya.

Ia pun mendorong transparansi soal kebutuhan riil wakil rakyat agar publik dapat menilai proporsional: “Nah itulah yang kita ingin untuk dibuka sebenarnya berapa sih yang betul-betul diperlukan anggota DPR agar supaya dia itu bisa mewakili kita dan apa yang menjadi outputnya.”

Dalam kesempatan berbeda, di kanal YouTube Trans TV Official (Kamis, 28/8/2025), Angelina menengok ke belakang dan menyebut praktik politik pada masanya sarat tarik-menarik kepentingan.

“Ini saya ngomongin di zamannya saya, di lingkungan saya ya. Cuman sekarang aku nggak bisa menilai,” jelasnya. “(Dulu) it's about game, tentang akrobatiknya orang. Aku mengetahui ketika aku akhirnya harus masuk penjara. Aku melihat lebih daripada helikopter view 'oh berarti aku dari dulu dibeginiin',” jelasnya lagi.

Ia menilai idealisme kerap terbentur “sistem” yang sudah mengakar. “Permainan kekuasaan, permainan kepentingan. Sesungguhnya kan nilai idealisme kan untuk semua kepentingan rakyat, tetapi dizamannya aku, aku melihat kok jadi kepentingan segelintir orang atau kelompok saja,” ucapnya.

Feni Rose lalu menimpali: “Jadi kalau ada orang yang idealis ingin betul-betul membela kepentingan masyarakat, ketika masuk di situ bisa lupa?”
“Mungkin kalah set kali ya. Karena kita berbicara sistem yang sudah ada akhirnya jadi budaya,” jawab Angelina Sondakh.

Pernyataan Angelina membuka kembali perbincangan tentang biaya politik, standar etika wakil rakyat, hingga kebutuhan transparansi penggunaan anggaran yang menempel pada jabatan publik. Pada saat yang sama, publik menagih bukti bahwa sumber daya yang melekat pada jabatan benar-benar bermuara pada layanan—bukan sekadar perawatan jaringan kekuasaan. (WA)

Lebih baru Lebih lama