PARTAI GAJAH BARU: PSI BICARA KEKUATAN, SIAP MELAWAN BANTENG?

Sumber Foto: GenPi

WARTAALENGKA, Cianjur – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) baru saja mencuri perhatian melalui langkah radikal: mengganti logo bunga mawar yang selama ini lekat dengan citra “anak muda idealis,” menjadi seekor gajah perkasa berwarna merah-hitam. Pergeseran simbol ini bukan sekedar estetika, melainkan pesan strategis yang bernada pukulan di ranah politik.

Gajah—hewan cerdas dengan ingatan kuat—dipilih karena melambangkan kebijaksanaan, loyalitas, dan kekuatan. Warna merah pada kepala sang gajah mewakili optimisme dan keberanian bermimpi, sementara tubuh hitam kehadiran soliditas dan kesetiaan, nilai inti yang ingin diinternalisasi PSI.

Kaesang Pangarep, Ketua Umum PSI, menyatakan bahwa logo ini mengokohkan posisi partai: “gajah kecil yang tetap besar”—sebuah kode bahwa PSI siap untuk masuk ke level perhitungan politik nasional, bahkan melawan partai besar seperti PDIP.

Perubahan ini menjadi bagian dari strategi branding politik—pergeseran dari image “partai kritikus idealis” ke “partai kuat dan siap memimpin.” Menurut Dosen Komunikasi Politik FISIP UB, Verdy Firmantoro, transisi dari mawar lembut ke gajah yang represif menandakan PSI memperluas narasi kekuasaannya. Ini bukan sekadar perubahan visual—tapi signifikasi yang paradoks: dari minoritas moral menjadi mayoritas kekuatan.

PSI jelas bukan satu-satunya partai yang memodernkan citra lewat logo. PKS mengadopsi oranye yang lebih hangat pada 2020 untuk memperluas basis massa. PPP memilih untuk kembali ke simbol Ka’bah, menegaskan kembalinya jati diri historisnya. Perindo mengubah lambang Garuda-nya pada 2021 menjadi lebih progresif dan simbolis Pancasila. PDIP pun merombak desain banteng untuk menyegarkan citra sejak 1999, namun tetap mempertahankan esensinya.

Kebangkitan simbol baru PSI ini juga mencerminkan aspirasi kekuatan yang dipancing melalui visual: PSI ingin didengar, dilihat, dan ditakuti dalam peta politik nasional, bukan lagi hanya jadi bagian dari “generasi milenial progresif.”

Namun timbal balik publik langsung muncul. Respons dari berbagai kalangan di media sosial pun menggema. Ada yang memuji lompatan keberanian, ada pula yang menyoroti tampilan visualnya dan mempertanyakan apakah gagahnya gajah ini sepadan dengan substansi dan tindakan nyata PSI.

Publik kini menantikan: apakah PSI mampu “berbuat besar” sesuai simbolnya, atau hanya meminjam citra kekuasaan tanpa kapabilitas. Akankah mereka membuktikan integritas dan kapabilitas seperti gajah yang selalu diidentikkan dengan ingatan kuat dan figur yang dihormati? Atau ini hanya perubahan nama dan logo—kosong di baliknya?

Rebranding ini menjadi ujian monumental bagi PSI—tak hanya tampil gaya, tapi juga membangun visi konkret. Karena dalam politik, citra tanpa aksi adalah angin lewat. (WA/Ow)

Lebih baru Lebih lama