Sumber Foto: Pexels.com/Ketut Subiyanto
WARTAALENGKA,
Cianjur - Membangun pola tidur yang sehat adalah fondasi penting
bagi kesehatan jangka panjang, dan semakin banyak penelitian sejak 2022
menegaskan bahwa tidur bukan sekadar waktu istirahat, melainkan periode
regenerasi kritis bagi tubuh dan otak. Dalam studi sistematis yang dirilis
tahun 2025, ditemukan bahwa kualitas tidur yang buruk berkorelasi kuat dengan
gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, serta penurunan fungsi kognitif
dan sistem imun.
Ketika
seseorang hanya tidur kurang dari tujuh jam atau lebih dari sembilan jam per
malam, risikonya terhadap berbagai penyakit serius seperti penyakit jantung,
stroke, diabetes tipe 2, dan mortalitas umum meningkat secara signifikan.
Analisis meta dalam studi overumbrella 2022 juga menunjukkan adanya hubungan
berbentuk U‑curve: baik tidur terlalu sedikit maupun berlebihan sama-sama
memperbesar risiko penyakit kardiovaskular dan kematian dini.
Studi
prospektif yang diterbitkan di Frontiers in Public Health pada
pertengahan 2022 memperlihatkan bahwa tidur kurang dari lima jam atau lebih
dari sembilan jam sehari menaikkan risiko kematian akibat penyakit jantung
secara drastis. Per jam kurang tidur, risiko mortalitas meningkat hingga 40%,
sedangkan tidur berlebihan juga menyumbang peningkatan risiko hingga 74%.
Dari sisi psikologi, tidur yang terganggu membatasi kemampuan otak dalam menekan
ingatan traumatis, meningkatkan kerentanan terhadap gangguan mental seperti
kecemasan dan PTSD. Studi kolaborasi universitas Inggris yang dirilis
pertengahan 2025 menyoroti bahwa hilangnya kemampuan kontrol memori akibat
kurang tidur berujung pada reaktivitas emosional yang tinggi.
Lebih
jauh, gangguan tidur juga memengaruhi kemampuan kognitif secara luas.
Penelitian longitudinal yang diterbitkan di JAMA Network Open pada 2023
menunjukkan bahwa orang dewasa yang tidur nyenyak dan bebas sleep apnea
menunjukkan performa mental jauh lebih baik seiring bertambahnya usia
dibandingkan mereka yang mengalami gangguan tidur.
Dari
aspek metabolik, pola tidur yang tidak sehat memengaruhi hormon regulasi nafsu
makan seperti leptin dan ghrelin. Ketika seseorang tidur kurang dari delapan
jam, leptin menurun hingga 18% dan ghrelin meningkat 28%, memicu rasa lapar,
konsumsi karbohidrat lebih tinggi, dan potensi obesitas serta diabetes tipe 2
meningkat.
Lebih
parah lagi, gangguan tidur memperlambat metabolisme glukosa tubuh. Setelah
beberapa malam tidur minimal hanya empat jam, toleransi glukosa menurun yang
menyerupai kondisi pradiabetes. Respons insulin tubuh melemah hingga 30%,
memperburuk kontrol gula darah dalam jangka Panjang.
Pada
pihak lain, obesitas bukan hanya faktor risiko, namun juga dapat memperburuk
kualitas tidur dan memicu sleep apnea kronis. Lingkaran berbahaya ini sering
kali terjadi tanpa disadari di masyarakat modern, terutama di kota besar dengan
gaya hidup sibuk.
Gangguan
tidur juga mengikis daya tahan dan keseimbangan hormon tubuh. Sistem sirkadian
dan hipotalamus-hypophyis-adrenal axis mengalami stres kronis, diiringi
peningkatan hormon kortisol dan zat proinflamasi seperti IL‑6 dan TNF‑α. Ini
berkontribusi pada peradangan sistemik yang memicu berbagai penyakit degenerative.
Tidak
hanya itu, gangguan tidur berdampak pada mood dan kebahagiaan sosial. Studi
yang dipresentasikan di konferensi SLEEP 2024 menyoroti bahwa kualitas tidur
yang baik dapat mengurangi rasa kesepian—baik emosional maupun sosial—terutama
pada remaja dan dewasa muda.
Berita
lain mengungkap bahwa kebiasaan tidur yang tidak teratur, seperti jam tidur dan
bangun yang berbeda antara hari kerja dan akhir pekan, turut mengganggu ritme
sirkadian. Ketidakteraturan ini menyebabkan kelelahan kronis dan kualitas tidur
menurun, bahkan saat durasi tidur sebenarnya mencukupi.
Sebagai
antisipasi, riset terbaru dari BMJ Evidence‑Based Medicine tahun 2025
menyarankan jenis olahraga tertentu seperti yoga, Tai Chi, jalan kaki, dan
jogging sebagai intervensi alami terhadap insomnia. Yoga dan Tai Chi terbukti
meningkatkan durasi tidur hingga dua jam per malam dan memberikan efek bertahan
hingga dua tahun setelah Latihan.
Strategi
ini efektif karena mengurangi stres, meningkatkan regulasi emosional, dan
menstabilkan hormon, semua faktor yang mendukung tidur nyenyak. Tak heran,
terapi tidur berbasis olahraga ini semakin masuk rekomendasi kesehatan
masyarakat.
Mengintegrasikan
nap atau tidur siang singkat juga terbukti bermanfaat. Meta-analisis tahun 2022
dari 54 studi menunjukkan bahwa tidur siang singkat 10‑30 menit dapat
meningkatkan kewaspadaan, suasana hati, dan memori dalam jangka pendek—meski
tidak menggantikan tidur malam penuh.
Namun,
kualitas tidur tetap menjadi faktor utama. Menurut MDPI dan Health Council
Canada, praktek kebersihan tidur meliputi menjaga rutinitas tidur konsisten,
menghindari layar biru sebelum tidur, membuat lingkungan tidur nyaman, serta
merilekskan diri sebelum tidur dengan ritual tertentu seperti membaca atau
meditasi.
Secara
keseluruhan, tidur adalah pilar kesehatan sejati—sama pentingnya dengan diet
dan olahraga dalam menjaga kesehatan jantung, metabolisme, daya tahan tubuh dan
ketajaman mental. Orang yang tidur secara teratur cenderung memiliki risiko
lebih rendah terhadap penyakit kardiovaskular seperti aterosklerosis,
hipertensi dan serangan jantung.
Maka
rekomendasi universal yang muncul dari penelitian adalah: rentang tidur ideal
bagi orang dewasa adalah antara tujuh hingga sembilan jam per malam, dengan
kualitas yang terjaga melalui kebiasaan konsisten dan lingkungan tidur yang
kondusif.
Kesimpulannya,
menjaga pola tidur yang sehat bukan hanya soal jam masuk bed, tetapi mengatur
ritme biologis, kebiasaan hidup, aktivitas fisik, dan stimulan elektronik.
Ketika tidur dijadikan prioritas utama, kualitas hidup meningkat—mental lebih
stabil, metabolisme berjalan lebih sehat, dan tubuh lebih tangguh menghadapi
stres dan penyakit kronis. Tidur bukan kemewahan, melainkan investasi kesehatan
paling mendasar. (WA/Ow)