WARTAALENGKA,
Cianjur – Sejumlah
pedagang kaki lima (PKL) yang direlokasi ke tempat baru di kawasan Cipanas
mulai angkat suara. Mereka mengeluhkan penurunan drastis pada pendapatan pasca
dipindahkan dari area sebelumnya yang lebih ramai.
Salah satu pedagang, Tarsum (53),
menyebut bahwa lokasi baru yang berada di bagian belakang sebuah toko ritel
modern dinilai tidak strategis. Akibatnya, pengunjung yang datang sangat minim
dan berdampak pada penurunan omzet harian.
Menurut Tarsum, sebelumnya para
pedagang bisa meraih penghasilan hingga Rp500 ribu per hari. Namun kini,
penghasilan tersebut turun tajam hanya menjadi sekitar Rp50 ribu hingga Rp100
ribu saja, bahkan seringkali tidak ada pembeli sama sekali.
“Kami sangat berharap bisa berdialog
langsung dengan Bupati Cianjur. Kami ingin menyampaikan kondisi yang kami alami
sejak direlokasi ini,” ujarnya saat ditemui di lokasi baru, Senin (22/4).
PKL lainnya, Rendi (32), juga
menyatakan hal serupa. Ia menilai relokasi ini telah mematikan usaha para
pedagang kecil. Menurutnya, seharusnya ada kajian dan diskusi lebih dulu
sebelum pemindahan dilakukan.
“Kalau kondisinya seperti ini terus,
mungkin kami harus berhenti berdagang. Karena bukan untung, tapi malah rugi
setiap hari,” keluhnya.
Para pedagang mengaku tidak menolak
relokasi, namun mereka berharap lokasi yang diberikan pemerintah memiliki
potensi keramaian yang mendukung aktivitas jual-beli.
“Kami bukan menolak direlokasi. Tapi
setidaknya, lokasi baru harus mendukung kami untuk tetap bisa berjualan dan
mencari nafkah,” kata Rendi.
Relokasi ini sendiri merupakan bagian
dari penataan kawasan Cipanas yang ramai oleh aktivitas PKL. Pemerintah daerah
mengklaim bahwa langkah ini dilakukan untuk meningkatkan ketertiban dan
keindahan kawasan wisata.
Namun para pedagang merasa kebijakan
ini terlalu mendadak dan tidak memperhatikan nasib mereka yang menggantungkan
hidup dari berdagang di tempat lama.
“Harusnya pemerintah lebih bijak. Kami
di sini bukan menguasai trotoar atau jalan, tapi sekadar mencari makan. Kalau
seperti ini, kami tidak tahu harus bagaimana,” ujar Tarsum.
Beberapa PKL juga mengaku belum
mendapat informasi yang jelas mengenai kebijakan ini, termasuk kepastian jangka
waktu mereka harus berjualan di lokasi baru.
“Kami tidak tahu, apakah ini sementara
atau permanen. Kalau permanen, kami benar-benar harus mencari solusi lain,”
ujar seorang pedagang yang enggan disebut namanya.
Para pedagang berharap Pemkab Cianjur
dapat mengadakan pertemuan terbuka agar mereka bisa menyampaikan keluh-kesah
secara langsung, sekaligus mencari titik temu antara kepentingan penataan kota
dan keberlangsungan ekonomi warga kecil.
Mereka juga meminta adanya
pendampingan atau alternatif lokasi lain yang lebih strategis dan tetap
memungkinkan mereka untuk berjualan secara tertib.
Sementara itu, hingga berita ini
ditulis, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemkab Cianjur terkait permintaan
audiensi dari para pedagang.
Namun beberapa sumber menyebutkan
bahwa pemerintah daerah tengah mengevaluasi dampak dari relokasi ini dan
berencana akan menjadwalkan pertemuan dengan perwakilan PKL.
Isu relokasi PKL di Cipanas ini
menjadi sorotan masyarakat, mengingat kawasan tersebut merupakan salah satu
sentra ekonomi dan wisata yang cukup vital di Kabupaten Cianjur.
Pengamat kebijakan publik lokal
menilai bahwa pemerintah perlu membuka ruang dialog lebih luas untuk
menghindari konflik sosial dan menjamin keberlanjutan ekonomi masyarakat kecil.
Langkah relokasi yang dilakukan tanpa
komunikasi intens dinilai berpotensi menimbulkan ketidakpuasan dan keresahan,
terutama bagi warga yang terdampak langsung.
Ke depan, PKL Cipanas berharap
relokasi tidak hanya memperhatikan estetika kota, tetapi juga mempertimbangkan
sisi ekonomi dan kemanusiaan.
“Semoga Pak Bupati bisa mendengar
aspirasi kami. Kami hanya ingin hidup layak dan tetap bisa berdagang,” tutup
Tarsum. (WA/ Ow)
Sumber: Cianjur Ekspres/ Lokasi Tak Layak, Omset Turun Drastis, PKL Cipanas Ingin Audiensi dengan Bupati Cianjur Pasca Direlokasi. Oleh Herry Febrianto