BARAK MILITER UNTUK SISWA NAKAL? INI LANGKAH MENGEJUTKAN DEDI MULYADI!

 

Sumber Foto: Tribun

WARTAALENGKA, Cianjur – Kebijakan kontroversial datang dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Mulai 2 Mei 2025, siswa-siswa yang dianggap bermasalah di Jawa Barat akan dikirim ke barak militer untuk mendapatkan pendidikan kedisiplinan ala TNI.

Program ini langsung menyita perhatian publik. Banyak yang mendukung langkah tegas tersebut, tapi tidak sedikit pula yang mempertanyakannya. Seperti apa sebenarnya program ini?

Menurut Dedi, ide ini lahir dari keprihatinannya melihat fenomena anak-anak muda yang terlibat dalam geng motor, tawuran, hingga kasus kriminal lain di usia sekolah.

"Kalau mereka tidak diarahkan dengan benar, masa depan mereka bisa hancur," ujar Dedi dalam pernyataannya, Senin (28/4/2025).

Dalam program ini, siswa yang terindikasi melakukan tindakan pelanggaran berat akan diprioritaskan untuk masuk ke barak militer selama enam bulan.

Tidak main-main, siswa tersebut akan dijemput langsung oleh personel TNI dari rumah masing-masing.

"Supaya tidak ada celah mereka kabur. Ini juga untuk menanamkan rasa hormat pada negara dan orang tua," tegas Dedi.

Proses identifikasi siswa prioritas dilakukan oleh pihak sekolah, bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan pihak TNI.

Beberapa kriteria siswa prioritas antara lain adalah mereka yang terlibat geng motor, tawuran, perundungan berat, penggunaan narkoba, hingga tindak kriminal lainnya.

Pendidikan di barak akan mengadopsi sistem kedisiplinan militer. Para siswa akan diajarkan disiplin, tanggung jawab, hingga keterampilan dasar bela negara.

Dedi menegaskan, langkah ini bukan untuk menghukum, tetapi untuk menyelamatkan generasi muda dari jalan yang salah.

"Kami ingin membentuk kembali karakter mereka, bukan sekadar menghukum," katanya.

Barak-barak militer yang disiapkan tersebar di beberapa wilayah Jawa Barat, bekerja sama dengan TNI Angkatan Darat (TNI AD).

Sementara itu, beberapa pihak, termasuk psikolog anak, mengingatkan agar program ini dilakukan dengan pendekatan edukatif, bukan kekerasan.

Psikolog mengingatkan bahwa penerapan kedisiplinan keras tanpa pendekatan psikologis yang tepat bisa berdampak negatif pada perkembangan mental anak.

Meski begitu, Dedi tetap optimistis bahwa program ini, jika dijalankan dengan baik, akan membawa perubahan positif.

Ia juga membuka ruang dialog dengan para orang tua siswa untuk menjelaskan tujuan program ini secara lebih rinci.

"Bukan berarti kita buang anak-anak ini. Sebaliknya, kita berjuang supaya mereka punya masa depan," kata Dedi.

Dedi menambahkan, siswa yang telah menyelesaikan program ini akan mendapatkan sertifikat khusus dari TNI, yang bisa menjadi bekal tambahan di masa depan.

Program ini disebut-sebut akan menjadi model baru pembinaan anak-anak bermasalah di Indonesia jika terbukti efektif.

Mulai tanggal 2 Mei nanti, program ini akan diuji coba di beberapa sekolah di Jawa Barat sebelum diperluas.

Keterlibatan TNI AD dalam program ini mendapat apresiasi dari banyak pihak yang melihat pentingnya keterlibatan semua elemen bangsa dalam pembinaan generasi muda.

Namun, tetap ada catatan kritis dari kalangan pemerhati pendidikan, yang berharap aspek pendidikan karakter tetap diutamakan dibandingkan sekadar pendekatan militeristik.

Kini, publik menunggu: akankah langkah berani Dedi Mulyadi ini menjadi solusi baru bagi kenakalan remaja, atau justru menuai tantangan besar? (WA/ Ow)

Lebih baru Lebih lama